Tugas Mandiri Dosen Pembimbing
Sosiologi Keluarga Dra. Hertina. M.Pd
MEMBINA
KEHARMONISAN KELUARGA
Ditulis Oleh :
MAHARLIS IQBAL ROKHA
JURUSAN AHWAL AL-SYAKH
SIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Tuhan yang maha Adil dan
telah memberikan hamba-hamba-Nya reski dan nikmat. Sholawat kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah menyebarkan Agama Islam keseluruh penjuru Dunia.
Ucapan terima kasih kami yang tiada hentinya kepada Ibu
Dosen Pembimbing dan Teman-teman yang
tiada hentinya memberikan kepada kami semangat dan sugesti untuk dapat
menyelesaikan makalah ini.
Walaupun kami merasa bahwa makalah
yang kami buat ini jauh dari pada kesempurnaan, namun kami sangat berharap
kepada Dosen Pembimbing dan Teman- Teman untuk dapat memberikan masukan dan
kritikan kepada kami. Agar makalah yang akan kami buat
untuk kedepannya jauh lebih sempurna lagi.
Penulis
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. i
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
I. 1.
Latar
Belakang Masalah ………………………………….. 1
BAB II Membina Keharmonisan
Keluarga ……………………………. 2
II. 1.
Memilih
Jodoh Menjelang Perkawinan ……………………… 2
II. 2.
Cinta
Kasih Dalam Membina Rumah Tangga ……………… 3
II. 3.
Membina
Keserasian Hubungan Suami istri ………………… 5
II. 4.
Pembagian
Peran Suami Istri Dalam Mendidik Anak ……… 7
II. 5.
Kebersamaan dalam keinginan ………………………………. 7
II. 6.
Selalu mengedepankan kebutuhan bersama ………………… 9
II. 7.
Mengurangi egoisme ………………………………………… 9
II. 8.
Memasang target hidup bersama …………………………….. 10
II. 9.
Jadikanlah
Rumah sebagai Tempat Dzikrullah ……………… 11
BAB III Kesimpulan ……………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar
Belakang Masalah
Banyak sekali kegunaan rumah bagi
seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul dengan
keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan kegiatan yang paling
pribadi dari masing-masing anggota keluarga. Allah berfirman :
"Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahiliyah yang dahulu"[1].
Rumah tangga yang bahagia, yang penuh
kedamaian dan ketentraman didalamnya merupakan impian setiap manusia. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi terbentuknya Rumah tangga demikian. Seorang peneliti
Amerika berdasarkan penelitiannya tentang pernikahan ideal atau keluarga sukses
menyimpulkan empat hal sebagai faktor-faktor lahirnya rumah tangga bahagia :
I.
Masalah
ciri-ciri kepribadian, kondisi perasaan, dan hubungan timbal balik antara
individu dalam keluarga.
II.
Meliputi
hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan manajemen keuangan keluarga.
III.
Pemikiran-pemikiran
umum untuk mencemerlangkan kehidupan rumah tangga, terutama dalam usaha
mencapai Idealisasi dan mewujudkan akhlak dan agama, dan,
IV.
Berkaitan
dengan masalah sosial, hubungan eksternal keluarga, serta yang bersifat
pemanfaatan waktu senggang atau hiburan.
BAB II
MEMBINA KEHARMONISAN KELUARGA
Membina keharmonisan keluarga merupakan amanat terbesar
ketika dua orang memutuskan untuk membentuk rumah tangga. Sejak langkah pertama
itu mereka jejakkan, maka mulai saat itu pula mereka sudah memasang
ancang-ancang untuk mencapai keharmonisan keluarga.
Berbagai upaya dilakukan agar mereka dapat menjadi keluarga yang
berbahagia dan selalu dilingkupi suasana yang nyaman serta selalu penuh kasih
dan sayang. Mereka terus berusaha menciptakan satu hubungan yang mengarah pada
terciptanya keharmonisan keluarga. Bahkan, seringkali mereka harus mengalah dan
merelakan kebutuhan egoismenya dihilangkan untuk mencapai kebersamaan yang
utuh.
Seperti kita ketahui, pada awal pertemuan dan kebersamaan
mereka, posisi mereka adalah sosok dengan kondisi kepribadian yang berbeda.
Tetapi, mereka dituntut untuk dapat melangkah bersama dalam berbagai kondisi
yang sama. Mereka telah kehilangan jati diri saat harus melangkah untuk
kehidupan bersama. Semakin utuh hati dan langkah hidup mereka, maka semakin
solid keberadaan mereka dan semakin dekat mereka pada tingkat keharmonisan rumah
tangga.[2]
II. 1.
Memilih
Jodoh Menjelang Perkawinan
Menurut Ilmu Sosiologi, untuk
menemukan pasangan yang cocok dan tepat, hal yang harus dilihat adalah
karakter. Karakter menentukan bagaimana seseorang memperlakukan pasangannya dan
suatu hari nanti memperlihatkannya kepada anak-anaknya.[3]
Secara sosiologis, dalam masyarakat
tertentu cinta merupakan hal yang penting dalam proses pencarian jodoh. Kalau
dahulu cinta bukan merupakan faktor yang utama, karena otoritas jodoh di tangan
orang tua, pada saat ini otoritas menentukan jodoh terletak ditangan orang yang
akan menikah. Hal ini membuktikan cinta merubah struktur masyarakat dalam
pemilihan jodoh.[4]
Menurut Dadang Hawari, ada tiga aspek
yang harus di persiapkan sebelum menikah, yaitu :
1.
Aspek
fisik atau biologis, dimana umur ideal untuk seorang wanita menurut kesehatan
dan juga program KB adalah 20-25 tahun dan 25-30 tahun bagi pria.
2.
Aspek
mental psikologis meliputi kepribadian. Aspek ini dianggap penting agar
masing-masing pihak mampu menyesuaikan diri.
3.
Aspek sosial
dan spiritual, meliputi :
(a).
Agama
(b).
Latar
belakang sosial budaya
(c).
Latar
belakangg budaya
(d).
Pergaulan
(e).
Pekerjaan
dan kondisi materi lainnya.
Memilih teman hidup adalah masalah
paling penting dalam kehidupan seseorang. Ada banyak cara dalam memilih teman
hidup, diantaranya unsur saling kenal. Pengenalan tidak terbatas pada segi
fisik saja, tetapi juga menyangkut segi kejiwaan, pribadi, dan pola
pemikirannya. Yang jelas kedua belah pihak harus saling mengetahui apakah
masing-masing cocok dengan yang lain.[5]
Allah berfirman:
"Dan kawinkanlah orang-orang
yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin) dan
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha
Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui."
(An-Nur: 32).
Hendaknya seseorang memilih isteri
shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
"Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita
yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin,
merana)".
Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.
"Dunia semuanya adalah kesenangan, dan
sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah''. Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul
Baqi; dan riwayat An-Nasa'i dari Ibnu Amr, Shahihul Jami', hadits no.3407
"Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati
yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya
dalam persoalan akhirat".
Hadits riwayat Ahmad (5/282),
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami', hadits no. 5231 Dalam
riwayat lain disebutkan : "Dan isteri shalihah yang menolongmu atas
persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia".
Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam
Asy-Syu'ab dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami', hadits no. 4285
"Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang
subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya jumlah
kalian di antara para nabi pada hari Kiamat."
Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245),
dari Anas. Dikatakan dalam Irwa 'ul Ghalil, "Hadits ini shahih",
6/195
"(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka
lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan
sedikit (qana'ah)". Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam
As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623
II. 2.
Cinta
Kasih Dalam Membina Rumah Tangga Sakinah
Cinta mempunyai makna yang
berbeda-beda. Namun cinta merupakan anugrah. Cinta diibaratkan sebuah kendaraan
yang membawa keduanya pada suatu tempat. Pemberhentian kendaraan cinta salah
satunya melalui perkawinan.
Dari perkawinan tersebut terbentuklah
keluarga yang tidak lain merupakan salah satu wadah aktualisasi cinta. Cinta
dalam keluarga dapat berarti sikap dan prilaku yang memiliki dimensi kasih
sayang, perhatian dan penghargaan.
Dimensi kasih sayang dapat berwujud
salah satunya adalah menerima seorang suami atau istrinya apa adanya. Bakakata
pepatah “jika mencintai seseorang bukan hanya mencintai kelebihannya saja,
tetapi cintai kekurangannya”.
Dimensi perhatian dalam keluarga
dapat berwujud dalam dalam memberikan pujian, memenuhi janji dan
mengistimewakannya.
Dimensi penghargaan terhadap pasangan
merupakanj strategi khusus dalam membina cinta kasih sayang. Setiap suami atau
istri akan merasa dihargai apabila dipuji dan dibanggakan dihadapan orang lain.
Dalam Islam, tali perekat hubungan
perkawinan tersebut berupa cinta,, mawaddah, sakinah rahmah dan amanah. Ketika
cinta hilang dan mawaddah putus masih ada rahmah, dan kalaupun rahmah ini tidak
tersisa, masih ada amanah, dan selama pasangan itu beragama, amanahnya
terpelihara, karena Al-qur’an memerintahkannya.
Bila cinta tidak ada lagi, perekat
yang kedua adalah mawaddah. Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa
dari kehendak buruk. Bukankah yang mencintai sesekali hatinya kesal sehingga
cintanya menjadi pudar bahkan putus.
Tetapi yang tersemai dihati mawaddah, tidak akan memutus hubungan, seperti yang
bisaa terjadi pada orang yang saling cinta.
Rahmah adalah kondisi psikologis yang
muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sihingga mendorong yang
bersangkutan untuk memberdayakannya. Selanjutnya, yaitu amanah, sesuatu diserahkan
kepada pihak lain yang disertai rasa dengan rasa aman dari pemberinya karena
kepercayaannya bahwa apa yang diamahkannya itu akan dipelihara dengan baik
serta keberadaannya aman ditangan ditangan yang diberi amanat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Nick Stiunet dan John Defrain menemukan enam hal sebagai kriteria hubungan
keluarga sakinah, yaitu :
1.
Ciptakan
kehidupan beragama dalam keluarga
2.
Waktu
bersama dalam keluarga harus ada.
3.
Adanya
komunikasi antara anggota keluarga.
4.
saling
menghargai.
5.
Anggota
keluarga harus kuat dan erat
6.
Mempunyai
keputusan positif dalam kondisi apapun.
II. 3.
Membina
Keserasian Hubungan Suami Istri
Menurut Hawark Harkman, salah seorang
guru besar psikologi asal Amerika, yang diperlukan untuk menjalin hubungan yang
baik dalam keluarga, adalah : keterampilan. Cinta saja tidak menjamin keharmonisan
keluarga bila masing-masing pasangan kurang terampil dalam menyelesaikan
konflik diasaat hubungan menghadapi masalah.[6]
Menjalin keserasian hubungan suami
istri memang tidak mudah. Setidaknya hal itu didasari oleh perkawinan disebut
sesuatu yang aneh karena menyatukan dua orang, yang lahir dari latar belakang
yang berbeda.
Langkah konkroy agar hubungan suami
istri dapat berjalan lancar, diantaranya adalah :
1.
Memulai
dari diri sendiri.
2.
Saling
mengerti.
3.
Saling
Mendengarkan.
4.
Saling
percaya.
5.
Jangan
menunda.
6.
jangan
menyalahkan
7.
Bersikaf
flexibel.
II. 4.
Pembagian
Peran Suami Istri Dalam Mendidik Anak
Hubungan suami-istri menurut Scanzoni
dapat dibedakan empat macam berdasarkan pola perkawinan :
1.
hubungan
kepemilikan (owner property), yaitu : secara financial maupun emosional, istri
dianggap sebagai milik suami.
2.
hubungan
atasan-bawahan (head complement) yang secara tegas dibedakan bahwa peran
suami disektor publik, istri disektor domestik.
Istri dianggap sebagai pelengkap suami.
3.
hubungan
senior junior, suami sebagai atasan, istri ditempatkan sebagai bawahan..Perubahan
ini terjadi karena istri juga memberikan sumbangan secara ekonomis, meskipun
pencari nafkah yang utama adalah suami.
4.
Hubungan
mitra sejajar (equal partner).
Karekteristik mitra kesejajaran terletak pada sikap
memandang pembagian peran diantara suami dan istri dalam mendidik anak.
Membicarakan kemitra sejajaran, berarti membicarakan bagaimana bisa terjadi perubahan
sikap pria dan wanita, baik terhadap pasangannya maupun terhadap dirinya
sendiri.
Bersikap sebagai mitra sejajar
berarti memandang pembagian peran diluar maupun didalam rumah tangga sebagai
sesuatu yang terbuka untuk dinegosiasikan dengan suami atau istri. Itulah
artinya sejajar.
Dalam mitra kesejajaran, seseorang istri
bisa saja melayani suaminya dan sebaliknya, tetapi itu seyogyanya lebih
merupakan cara dalam memberikan perhatian, cara berkomunikasi dan bukan karena
kewajibannya.
II. 5.
Kebersamaan dalam keinginan
Hidup dalam sebuah rumah tangga berarti kita
hidup dalam sebuah kebersamaan. Karena hal tersebut, maka untuk menciptakaan keharmonisan
keluarga, kita harus selalu mengedepankan kebersamaan dalam setiap keinginan.
Jangan sekali-kali kita mengedepankan keinginan pribadi dan mengabaikan
keinginan pasangan
kita.
Jika kita lebih mengutamakan kebutuhan diri dan
mengabaikan kebutuhan pasangan kita, maka pada saatnya akan berhadapan dengan
pasangan kita sebagai sosok yang berseberangan. Jika hal tersebut terjadi,
berarti kita telah kehilangan jalan menuju keharmonisan keluarga.
Oleh karena itu, untuk membina keharmonisan
keluarga, maka kita harus membina kebersamaan dalam setiap keinginan kita.
Jadikan keinginan bersama sebagai langkah konkrit untuk membina rumah tangga
yang harmonis. Bagaimanapun, jika kita mengedepankan kebersamaan dalam
keinginan, maka terciptalah kondisi ideal sebuah keluarga.
II. 6.
Tidak Membenci
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain." (HR. Muslim)
"Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini ada dua pelajaran penting:
Pertama: hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya
memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai
hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan
ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita
mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa
yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan
dan kelanggengan kasih sayang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat
kebaikan-kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-kekurangannya dan
memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap
terjalin serta perasaan pun menjadi tenang.
Kedua: hendaklah kita berusaha menghilangkan kesedihan dan kegelisahan,
menjaga hubungan baik, selalu memberikan hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga
tercipta ketenangan di antara kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak
mengikuti petunjuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
ini, bahkan menentangnya, melihat orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya,
menutup mata dari kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan gundah, kasih sayang
yang terjalin antara keduanya men-jadi keruh serta banyak hak terputus yang
semestinya harus dijaga.
Banyak orang mempunyai idealisme tinggi, mental mereka siap untuk sabar dan
tenang menghadapi berbagai cobaan dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi
gelisah dan keruh perasaannya ketika menghadapi masalah-masalah kecil.
Penyebabnya, karena mereka hanya mempersiapkan mental untuk menghadapi
masalah-masalah besar dan tidak untuk menghadapi masalah kecil. Ternyata hal
itu membahayakan dan mempengaruhi ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat
adalah orang yang mempersiapkan dirinya menghadapi masalah-masalah kecil dan
besar sekaligus, serta memohon per-tolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dia juga mengharap agar urusannya tidak diberikan kepada dirinya sendiri
walaupun hanya sekejap mata. Saat itulah masalah kecil dan besar mudah
dihadapi, sementara jiwanya tenteram dan hatinya tenang.
II. 7.
Selalu mengedepankan kebutuhan bersama
Hidup sebagai suami
istri berarti kita menjalani kehidupan bersama, kebersamaan ini berlaku untuk
segala hal dalam kehidupan. Tidak ada lagi kebutuhan diri pribadi untuk
masing-masing pihak. Ini merupakan konsekuensi logis dari sebuah hubungan
bersama. Mereka harus mengubah orientasi hidup pribadinya menjadi hidup
bersama.
Dengan mengedepankan orientasi kebutuhan
hidup bersama ini, maka hal tersebut mengkondisikan sebuah interaksi antar
personal yang utuh. Mereka sudah melebur menjadi satu bagian integral dalam
sebuah rumah tangga. Tidak ada lagi si A atau si B dalam setiap kegiatan hidup,
melainkan segala hal secara bersama-sama.
Jika kita ingin membina keharmonisan keluarga, maka
salah satu langkah yang harus kita lakukan memang harus mengedepankan kebutuhan
bersama. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh sebuah rumah
tangga, maka itu artinya kebutuhan bersama. Oleh karena itu, mereka harus
menyamakan persepsi atas kebutuhan keluarga.
II. 8.
Mengurangi egoisme
Siapapun sebenarnya mempunyai tingkat egoisme
yang tinggi. Tingkat egoisme ini terutama terkait dengan segala hal yang
berhubungan dengan diri pribadi.
Jika kita telah menyatu dalam sebuah ikatan keluarga atau rumah tangga, maka
kita harus merelakan kebutuhan pribadi kita.
Kebutuhan pribadi atau egoisme diri sebenarnya
merupakan kebutuhan pokok masing-masing orang. Ini merupakan bentuk atau
perwujudan eksistensi diri. Dalam kehidupan berumah
tangga, jenis kebutuhan ini tidak dapat lagi dipertahankan sebagai sebuah
idealisme. Kita sudah menjadi bagian hidup pasangan kita dan sudah seharusnya
memikirkan bagaimana mengkondisikan kehidupan bersama sebagai pola terbaik.
Untuk membina keharmonisan
keluarga, maka mengurangi egoisme diri merupakan salah satu cara efektif yang
seharusnya kita lakukan. Dengan mengurangi egoisme, maka kita membuka peluang
seluasnya untuk sebuah kebersamaan yang utuh. Dengan demikian, maka kehidupan
harmonis merupakan hal terbaik yang kita jalani.
II. 9.
Memasang target hidup bersama
Setiap hubungan mempunyai target yang akan
dicapai dalam satuan waktu tertentu. Begitu juga halnya dengan hidup berumah
tangga. Ada satu titip acuan yang harus kita sepakati untuk dicapai dalam
satuan waktu tertentu agar kebersamaan kita menunjukkan nilai positif.
Bahwa setiap orang mempunyai target dalam kehidupannya.
Tetapi target yang bersifat pribadi atau egois sudah tidak berlaku dalam upaya
mengembangkan dan membina keharmonisan keluarga. Kita harus menyamakan target
atau setidaknya mengarahkan target hidup
kita sebagai target hidup bersama.
Dengan cara seperti inilah, maka diharapkan proses
membina keharmonisan keluarga bukan sekedar untuk memenuhi ambisi diri pribadi,
melainkan untuk menciptakan interaksi efektif dalam sebuah rumah tangga yang
bahagia.
Oleh karena itulah, jika kita ingin dapat
membina keharmonisan keluarga, maka setidaknya aspek-aspek yang dijelaskan tadi
dijadikan sebagai pedoman hidup. Dengan menjadikan sebagai pedoman hidup, maka
kita sudah mengkondisikan diri kita sebagai sosok yang yang efektif dalam
berpikir dan bertindak.
II. 10.
Dzikir,
Ingat Nikmat, dan Melihat ke Bawah
Termasuk faktor utama yang
mendatangkan sikap lapang dada dan ketenangan adalah "Banyak dzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala." Dzikir kepada Allah Subha-nahu wa Ta'ala itu
memberikan pengaruh ajaib untuk mendapatkan sikap lapang dada dan ketenangan serta
menghilangkan kesedihan dan musibah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang." (Ar-Ra'du: 28)
Dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu akan memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai bahagia. Karena dia mempunyai keistimewaan dan karena adanya harapan hamba untuk mendapatkan pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang." (Ar-Ra'du: 28)
Dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu akan memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai bahagia. Karena dia mempunyai keistimewaan dan karena adanya harapan hamba untuk mendapatkan pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di antaranya pula adalah: "Ingat
dan membicara-kan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tampak maupun
yang tidak tampak." Dengan mengetahui dan membicarakannya niscaya Allah
Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba untuk
selalu bersyukur. Syukur adalah sikap yang sangat mulia dan berkedudukan
terpuji, bahkan walaupun dia berada dalam kondisi fakir, sakit dan berbagai
macam ujian lainnya. Bila seorang hamba ingin membandingkan antara
nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang banyaknya tidak dapat dihitung
dengan jumlah musibah yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya.
Bahkan, bila ada musibah yang menimpa
hamba lalu dia hadapi dengan kesabaran, rela dan sikap menerima, maka akan
ringanlah bebannya. Sementara, harapannya mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan ibadahnya kepada Allah dengan menjalankan perintah bersabar dan
rela, akan mengubah sesuatu yang pahit menjadi manis. Manisnya pahala
membuatnya lupa akan pahitnya sikap sabar.
Termasuk faktor yang sangat mendukung
dalam hal ini adalah "Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam sebuah hadits shahih." Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini (lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini (lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila seorang hamba meletakkan di depan
matanya cara pandang yang mulia ini, dia akan melihat bahwa dirinya mengungguli
sebagian besar orang dalam masalah kese-hatan dan rezkinya, bagaimana pun
kondisi dia sebenar-nya. Dengan demikian akan hilanglah kegelisahan, kesedihan
dan musibahnya, dan bertambahlah perasaan senangnya serta harapannya untuk
mendapatkan juga nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada orang-orang
yang ada di atasnya.
Setiap kali seorang
hamba merenungi nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala baik yang tampak maupun
tidak tampak, urusan agama maupun duniawi, dia akan mengetahui bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan kepadanya banyak kebaikan dan mencegah
berbagai bencana. Dan pasti, hal ini dapat
menghilangkan kesedihan dan mendatangkan kebahagiaan serta kesenangan.
II. 11.
Jadikanlah
Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah)
Rasulullah shallallahu
alaihi wasalam bersabda: "Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada
dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana)
perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati".
Hadits riwayat
Muslim dan Abu Musa 1/539, cet. Abdul Baqi
Karena itu rumah harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur'an, atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang bermanfaat.
Karena itu rumah harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur'an, atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang bermanfaat.
Saat ini betapa
banyak rumah-rumah umat Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di
dalamnya, sebagaimana disebutkan oleh hadits di atas. Dan apatah lagi manakala
yang menjadi dendangan di dalam rumah itu adalah syair-syair dan lagu-lagu
setan, menggunjing, berdusta dan mengadu domba?
Apatah lagi jika
rumah-rumah itu penuh dengan kemaksiatan dari kemungkaran, seperti ikhtilath
(campur baur dengan lawan jenis) yang diharamkan, tabarruj (pamer kecantikan
dan perhiasan) di antara kerabat yang bukan mahram atau kepada tetangga yang
masuk ke rumah?
Bagaimana mungkin
malaikat akan masuk ke dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Dan bagaimana
pula rumah tangga atau keluarga itu menjadi bahagia? Karena itu hidupkanlah
rumahmu dengan dzikrullah! Mudah-mudahan Allah merahmatimu.[7]
Ajarkan juga
pokok-pokok keimanan yang telah diterangkan oleh Al-Qur‘an dan biasakanlah
mereka untuk berpegang teguh dengan rukun-rukun Islam. Ajarkan kepada istri dan
anak-anak kalian untuk mencintai Allah, tancap-kan keimanan, kecintaan,
penghormat-an, dan pengagungan terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
di dalam hati mereka. Mereka wajib untuk menaati apa yang diperin-tahkan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, membenarkan setiap berita yang beliau
sampaikan dan menjauhi apa yang dilarangnya dan tidak beribadah kepada Allah,
melain-kan sesuai dengan apa yang dia syariatkan. Barang siapa yang berpaling
dari petunjuknya, maka dia termasuk ahlul bid’ah.
Ajarkan mereka untuk
mencintai sahabat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia sebagai
imam yang telah mendapatkan petunjuk yang lurus. Terangkan kepada mereka
bagaimana sahabat beribadah, berakhlak dengan akhlak yang mulia, berilmu yang
luar biasa, bersungguh-sungguh dalam beragama. Dan terangkan juga tentang jihad
dan perjuangan mereka di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hingga akhirnya
melalui mereka Allah membuka hati dan telinga umat manusia, membuka
negara-negara dan kerajaan-kerajaan, dan menghukum orang orang kafir dan
munafik dengan kehinaan.
Pendidikan keimanan
ini sangat penting bagi keluarga, karena ia mencerminkan masa depan sebuah
keluarga. Jadi, berikanlah pendidikan keimanan kepada kita, agar kelak rumah
tangga kita menjadi bahagia dan harmonis.
BAB III
KESIMPULAN
Rumah tangga ideal adalah idaman setiap manusia.
Dalam mewujudkan rumah tangga yang ideal
harus dimulai dari bagaimana kita
membina keharmonisan dalam keluarga tersebut. Untuk menciptakan keharmonisan
tersebut dimulai sejak proses pembentukan keluarga itu sendiri yakni sejak
pemilihan pasangan hidup. Dalam memilih pasangan hidup salah satu yang harus
diperhatikan adalah karakter. Karena karakter menentukan bagaimana seseorang
memperlakukan pasangannya dan suatu hari nanti memperlihatkannya kepada
anak-anaknya.
Selain itu juga dalam menciptakan keharmonisan dalam
keluarga, harus ada cinta kasih, untuk mewujudkannya dilakukalah suatu
perkawinan. Dari perkawinan tersebut terbentuklah keluarga yang substansinya
merupakan wadah aktualisasi dari cinta itu sendiri. Cinta dalam dalam keluarga
dapat berarti kasih sayang, perahtian dan penghargaan.
Dimensi kasih sayang dapat berujud salah satunya adalah
menerima seorang suami atau istri apa adanya. Sementara itu, perhatian dalam
keluarga dapat berujud dalam memberikanpujian, memenuhi janji dan
mengistimewakannya. Sedangkan penghargaan dapat berujud berupa strategi khusus
dalam memberi cinta kasih. Dalam Islam untuk mewujudkan keharmonisan dalam
keluarga tersebut di kenal dengan cinta, mawaddah, warahmah dan amanat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khyust, Ustman, Muhammad, Membangun Harmonisme
Keluarga, Jakarta : Bisthi, 2007
Hertina, Dra.
M.Pd., Sosiologi keluarga, Pekanbaru : Alaf Riau,.
Syaikh
Muhammad Shalih Al-Munajjid, 40 Nasehat
Memperbaiki Rumah Tangga.
jurusan AH di uin Bg??
BalasHapusdah semester brapa??
yasin smt 5 AH2
iya dk..
BalasHapusabg di AH juga,,
sekarang udah semester 9 (sembilan)...