Selasa, 25 Juni 2013

Makalah-Sosiologi Keluarga-"MEMBINA KEHARMONISAN KELUARGA"



Tugas Mandiri                                                                            Dosen Pembimbing
Sosiologi Keluarga                                                                 Dra. Hertina. M.Pd



MEMBINA KEHARMONISAN KELUARGA


Ditulis Oleh :
MAHARLIS IQBAL ROKHA



JURUSAN AHWAL AL-SYAKH SIYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012

KATA PENGANTAR


Segala puji hanyalah milik Tuhan yang maha Adil dan telah memberikan hamba-hamba-Nya reski dan nikmat. Sholawat kepada Nabi Muhammad Saw yang telah menyebarkan Agama Islam keseluruh penjuru Dunia.
Ucapan terima kasih kami yang tiada hentinya kepada Ibu Dosen Pembimbing dan  Teman-teman yang tiada hentinya memberikan kepada kami semangat dan sugesti untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Walaupun kami merasa bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari pada kesempurnaan, namun kami sangat berharap kepada Dosen Pembimbing dan Teman- Teman untuk dapat memberikan masukan dan kritikan kepada kami. Agar makalah yang akan kami buat untuk kedepannya jauh lebih sempurna lagi.









Penulis





DAFTAR ISI



DAFTAR ISI  …………………………………………………………….      i
BAB I    PENDAHULUAN  …………………………………………….      1
I. 1.     Latar Belakang Masalah   …………………………………..      1
BAB II   Membina Keharmonisan Keluarga   …………………………….      2
II. 1.  Memilih Jodoh Menjelang Perkawinan  ………………………      2
II. 2.  Cinta Kasih Dalam Membina Rumah Tangga   ………………      3
II. 3.  Membina Keserasian Hubungan Suami istri  …………………      5
II. 4.  Pembagian Peran  Suami Istri Dalam Mendidik Anak  ………      7
II. 5.  Kebersamaan dalam keinginan ……………………………….      7
II. 6.  Selalu mengedepankan kebutuhan bersama   …………………      9
II. 7.  Mengurangi egoisme  …………………………………………      9
II. 8.  Memasang target hidup bersama ……………………………..      10
II. 9.  Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah ………………      11

BAB III Kesimpulan …………………………………………………….      13
DAFTAR PUSTAKA                                                                                

BAB I
PENDAHULUAN


I.1   Latar Belakang Masalah
Banyak sekali kegunaan rumah bagi seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul dengan keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan kegiatan yang paling pribadi dari masing-masing anggota keluarga. Allah berfirman :
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu"[1].
Rumah tangga yang bahagia, yang penuh kedamaian dan ketentraman didalamnya merupakan impian setiap manusia. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya Rumah tangga demikian. Seorang peneliti Amerika berdasarkan penelitiannya tentang pernikahan ideal atau keluarga sukses menyimpulkan empat hal sebagai faktor-faktor lahirnya rumah tangga bahagia :
             I.      Masalah ciri-ciri kepribadian, kondisi perasaan, dan hubungan timbal balik antara individu dalam keluarga.
          II.      Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan manajemen keuangan keluarga.
       III.      Pemikiran-pemikiran umum untuk mencemerlangkan kehidupan rumah tangga, terutama dalam usaha mencapai Idealisasi dan mewujudkan akhlak dan agama, dan,
       IV.      Berkaitan dengan masalah sosial, hubungan eksternal keluarga, serta yang bersifat pemanfaatan waktu senggang atau hiburan.




BAB II
MEMBINA KEHARMONISAN KELUARGA

Membina keharmonisan keluarga merupakan amanat terbesar ketika dua orang memutuskan untuk membentuk rumah tangga. Sejak langkah pertama itu mereka jejakkan, maka mulai saat itu pula mereka sudah memasang ancang-ancang untuk mencapai keharmonisan keluarga.
Berbagai upaya dilakukan agar mereka dapat menjadi keluarga yang berbahagia dan selalu dilingkupi suasana yang nyaman serta selalu penuh kasih dan sayang. Mereka terus berusaha menciptakan satu hubungan yang mengarah pada terciptanya keharmonisan keluarga. Bahkan, seringkali mereka harus mengalah dan merelakan kebutuhan egoismenya dihilangkan untuk mencapai kebersamaan yang utuh.
Seperti kita ketahui, pada awal pertemuan dan kebersamaan mereka, posisi mereka adalah sosok dengan kondisi kepribadian yang berbeda. Tetapi, mereka dituntut untuk dapat melangkah bersama dalam berbagai kondisi yang sama. Mereka telah kehilangan jati diri saat harus melangkah untuk kehidupan bersama. Semakin utuh hati dan langkah hidup mereka, maka semakin solid keberadaan mereka dan semakin dekat mereka pada tingkat keharmonisan rumah tangga.[2]

II. 1.        Memilih Jodoh Menjelang Perkawinan
Menurut Ilmu Sosiologi, untuk menemukan pasangan yang cocok dan tepat, hal yang harus dilihat adalah karakter. Karakter menentukan bagaimana seseorang memperlakukan pasangannya dan suatu hari nanti memperlihatkannya kepada anak-anaknya.[3]
Secara sosiologis, dalam masyarakat tertentu cinta merupakan hal yang penting dalam proses pencarian jodoh. Kalau dahulu cinta bukan merupakan faktor yang utama, karena otoritas jodoh di tangan orang tua, pada saat ini otoritas menentukan jodoh terletak ditangan orang yang akan menikah. Hal ini membuktikan cinta merubah struktur masyarakat dalam pemilihan jodoh.[4]
Menurut Dadang Hawari, ada tiga aspek yang harus di persiapkan sebelum menikah, yaitu :
1.      Aspek fisik atau biologis, dimana umur ideal untuk seorang wanita menurut kesehatan dan juga program KB adalah 20-25 tahun dan 25-30 tahun bagi pria.
2.      Aspek mental psikologis meliputi kepribadian. Aspek ini dianggap penting agar masing-masing pihak mampu menyesuaikan diri.
3.      Aspek sosial dan spiritual, meliputi :
(a).  Agama
(b). Latar belakang sosial budaya
(c).  Latar belakangg budaya
(d). Pergaulan
(e).  Pekerjaan dan kondisi materi lainnya.

Memilih teman hidup adalah masalah paling penting dalam kehidupan seseorang. Ada banyak cara dalam memilih teman hidup, diantaranya unsur saling kenal. Pengenalan tidak terbatas pada segi fisik saja, tetapi juga menyangkut segi kejiwaan, pribadi, dan pola pemikirannya. Yang jelas kedua belah pihak harus saling mengetahui apakah masing-masing cocok dengan yang lain.[5]
Allah berfirman:

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (An-Nur: 32).

Hendaknya seseorang memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
"Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana)".

Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.
"Dunia semuanya adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah''.  Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat An-Nasa'i dari Ibnu Amr, Shahihul Jami', hadits no.3407
"Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat".

Hadits riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami', hadits no. 5231 Dalam riwayat lain disebutkan : "Dan isteri shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia".
Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'ab dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami', hadits no. 4285
"Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat."
Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa 'ul Ghalil, "Hadits ini shahih", 6/195
"(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit (qana'ah)". Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623

II. 2.        Cinta Kasih Dalam Membina Rumah Tangga Sakinah
Cinta mempunyai makna yang berbeda-beda. Namun cinta merupakan anugrah. Cinta diibaratkan sebuah kendaraan yang membawa keduanya pada suatu tempat. Pemberhentian kendaraan cinta salah satunya melalui perkawinan.
Dari perkawinan tersebut terbentuklah keluarga yang tidak lain merupakan salah satu wadah aktualisasi cinta. Cinta dalam keluarga dapat berarti sikap dan prilaku yang memiliki dimensi kasih sayang, perhatian dan penghargaan.
Dimensi kasih sayang dapat berwujud salah satunya adalah menerima seorang suami atau istrinya apa adanya. Bakakata pepatah “jika mencintai seseorang bukan hanya mencintai kelebihannya saja, tetapi cintai kekurangannya”.
Dimensi perhatian dalam keluarga dapat berwujud dalam dalam memberikan pujian, memenuhi janji dan mengistimewakannya.
Dimensi penghargaan terhadap pasangan merupakanj strategi khusus dalam membina cinta kasih sayang. Setiap suami atau istri akan merasa dihargai apabila dipuji dan dibanggakan dihadapan orang lain.
Dalam Islam, tali perekat hubungan perkawinan tersebut berupa cinta,, mawaddah, sakinah rahmah dan amanah. Ketika cinta hilang dan mawaddah putus masih ada rahmah, dan kalaupun rahmah ini tidak tersisa, masih ada amanah, dan selama pasangan itu beragama, amanahnya terpelihara, karena Al-qur’an memerintahkannya.
Bila cinta tidak ada lagi, perekat yang kedua adalah mawaddah. Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Bukankah yang mencintai sesekali hatinya kesal sehingga cintanya  menjadi pudar bahkan putus. Tetapi yang tersemai dihati mawaddah, tidak akan memutus hubungan, seperti yang bisaa terjadi pada orang yang saling cinta.
Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sihingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya. Selanjutnya, yaitu amanah, sesuatu diserahkan kepada pihak lain yang disertai rasa dengan rasa aman dari pemberinya karena kepercayaannya bahwa apa yang diamahkannya itu akan dipelihara dengan baik serta keberadaannya aman ditangan ditangan yang diberi amanat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nick Stiunet dan John Defrain menemukan enam hal sebagai kriteria hubungan keluarga sakinah, yaitu :
1.      Ciptakan kehidupan beragama dalam keluarga
2.      Waktu bersama dalam keluarga harus ada.
3.      Adanya komunikasi antara anggota keluarga.
4.      saling menghargai.
5.      Anggota keluarga harus kuat dan erat
6.      Mempunyai keputusan positif dalam kondisi apapun.

II. 3.        Membina Keserasian Hubungan Suami Istri
Menurut Hawark Harkman, salah seorang guru besar psikologi asal Amerika, yang diperlukan untuk menjalin hubungan yang baik dalam keluarga, adalah : keterampilan. Cinta saja tidak menjamin keharmonisan keluarga bila masing-masing pasangan kurang terampil dalam menyelesaikan konflik diasaat hubungan menghadapi masalah.[6]
Menjalin keserasian hubungan suami istri memang tidak mudah. Setidaknya hal itu didasari oleh perkawinan disebut sesuatu yang aneh karena menyatukan dua orang, yang lahir dari latar belakang yang berbeda.
Langkah konkroy agar hubungan suami istri dapat berjalan lancar, diantaranya adalah :
1.      Memulai dari diri sendiri.
2.      Saling mengerti.
3.      Saling Mendengarkan.
4.      Saling percaya.
5.      Jangan menunda.
6.      jangan menyalahkan
7.      Bersikaf flexibel.

II. 4.        Pembagian Peran Suami Istri Dalam Mendidik Anak
Hubungan suami-istri menurut Scanzoni dapat dibedakan empat macam berdasarkan pola perkawinan :
1.      hubungan kepemilikan (owner property), yaitu : secara financial maupun emosional, istri dianggap sebagai milik suami.
2.      hubungan atasan-bawahan (head complement) yang secara tegas dibedakan bahwa peran suami  disektor publik, istri disektor domestik. Istri dianggap sebagai pelengkap suami.
3.      hubungan senior junior, suami sebagai atasan, istri ditempatkan sebagai bawahan..Perubahan ini terjadi karena istri juga memberikan sumbangan secara ekonomis, meskipun pencari nafkah yang utama adalah suami.
4.      Hubungan mitra sejajar (equal partner).
Karekteristik mitra kesejajaran terletak pada sikap memandang pembagian peran diantara suami dan istri dalam mendidik anak. Membicarakan kemitra sejajaran, berarti membicarakan bagaimana bisa terjadi perubahan sikap pria dan wanita, baik terhadap pasangannya maupun terhadap dirinya sendiri.
Bersikap sebagai mitra sejajar berarti memandang pembagian peran diluar maupun didalam rumah tangga sebagai sesuatu yang terbuka untuk dinegosiasikan dengan suami atau istri. Itulah artinya sejajar.
Dalam mitra kesejajaran, seseorang istri bisa saja melayani suaminya dan sebaliknya, tetapi itu seyogyanya lebih merupakan cara dalam memberikan perhatian, cara berkomunikasi dan bukan karena kewajibannya.

II. 5.        Kebersamaan dalam keinginan
Hidup dalam sebuah rumah tangga berarti kita hidup dalam sebuah kebersamaan. Karena hal tersebut, maka untuk menciptakaan keharmonisan keluarga, kita harus selalu mengedepankan kebersamaan dalam setiap keinginan. Jangan sekali-kali kita mengedepankan keinginan pribadi dan mengabaikan keinginan pasangan kita.
Jika kita lebih mengutamakan kebutuhan diri dan mengabaikan kebutuhan pasangan kita, maka pada saatnya akan berhadapan dengan pasangan kita sebagai sosok yang berseberangan. Jika hal tersebut terjadi, berarti kita telah kehilangan jalan menuju keharmonisan keluarga.
Oleh karena itu, untuk membina keharmonisan keluarga, maka kita harus membina kebersamaan dalam setiap keinginan kita. Jadikan keinginan bersama sebagai langkah konkrit untuk membina rumah tangga yang harmonis. Bagaimanapun, jika kita mengedepankan kebersamaan dalam keinginan, maka terciptalah kondisi ideal sebuah keluarga.
II. 6.        Tidak Membenci
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini ada dua pelajaran penting:
Pertama: hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sayang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikan-kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-kekurangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta perasaan pun menjadi tenang.
Kedua: hendaklah kita berusaha menghilangkan kesedihan dan kegelisahan, menjaga hubungan baik, selalu memberikan hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga tercipta ketenangan di antara kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak mengikuti petunjuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bahkan menentangnya, melihat orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya, menutup mata dari kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan gundah, kasih sayang yang terjalin antara keduanya men-jadi keruh serta banyak hak terputus yang semestinya harus dijaga.
Banyak orang mempunyai idealisme tinggi, mental mereka siap untuk sabar dan tenang menghadapi berbagai cobaan dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi gelisah dan keruh perasaannya ketika menghadapi masalah-masalah kecil. Penyebabnya, karena mereka hanya mempersiapkan mental untuk menghadapi masalah-masalah besar dan tidak untuk menghadapi masalah kecil. Ternyata hal itu membahayakan dan mempengaruhi ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mempersiapkan dirinya menghadapi masalah-masalah kecil dan besar sekaligus, serta memohon per-tolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia juga mengharap agar urusannya tidak diberikan kepada dirinya sendiri walaupun hanya sekejap mata. Saat itulah masalah kecil dan besar mudah dihadapi, sementara jiwanya tenteram dan hatinya tenang.

II. 7.        Selalu mengedepankan kebutuhan bersama
Hidup sebagai suami istri berarti kita menjalani kehidupan bersama, kebersamaan ini berlaku untuk segala hal dalam kehidupan. Tidak ada lagi kebutuhan diri pribadi untuk masing-masing pihak. Ini merupakan konsekuensi logis dari sebuah hubungan bersama. Mereka harus mengubah orientasi hidup pribadinya menjadi hidup bersama.
Dengan mengedepankan orientasi kebutuhan hidup bersama ini, maka hal tersebut mengkondisikan sebuah interaksi antar personal yang utuh. Mereka sudah melebur menjadi satu bagian integral dalam sebuah rumah tangga. Tidak ada lagi si A atau si B dalam setiap kegiatan hidup, melainkan segala hal secara bersama-sama.
Jika kita ingin membina keharmonisan keluarga, maka salah satu langkah yang harus kita lakukan memang harus mengedepankan kebutuhan bersama. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh sebuah rumah tangga, maka itu artinya kebutuhan bersama. Oleh karena itu, mereka harus menyamakan persepsi atas kebutuhan keluarga.
II. 8.        Mengurangi egoisme
Siapapun sebenarnya mempunyai tingkat egoisme yang tinggi. Tingkat egoisme ini terutama terkait dengan segala hal yang berhubungan dengan diri pribadi. Jika kita telah menyatu dalam sebuah ikatan keluarga atau rumah tangga, maka kita harus merelakan kebutuhan pribadi kita.
Kebutuhan pribadi atau egoisme diri sebenarnya merupakan kebutuhan pokok masing-masing orang. Ini merupakan bentuk atau perwujudan eksistensi diri. Dalam kehidupan berumah tangga, jenis kebutuhan ini tidak dapat lagi dipertahankan sebagai sebuah idealisme. Kita sudah menjadi bagian hidup pasangan kita dan sudah seharusnya memikirkan bagaimana mengkondisikan kehidupan bersama sebagai pola terbaik.
Untuk membina keharmonisan keluarga, maka mengurangi egoisme diri merupakan salah satu cara efektif yang seharusnya kita lakukan. Dengan mengurangi egoisme, maka kita membuka peluang seluasnya untuk sebuah kebersamaan yang utuh. Dengan demikian, maka kehidupan harmonis merupakan hal terbaik yang kita jalani.

II. 9.        Memasang target hidup bersama
Setiap hubungan mempunyai target yang akan dicapai dalam satuan waktu tertentu. Begitu juga halnya dengan hidup berumah tangga. Ada satu titip acuan yang harus kita sepakati untuk dicapai dalam satuan waktu tertentu agar kebersamaan kita menunjukkan nilai positif.
Bahwa setiap orang mempunyai target dalam kehidupannya. Tetapi target yang bersifat pribadi atau egois sudah tidak berlaku dalam upaya mengembangkan dan membina keharmonisan keluarga. Kita harus menyamakan target atau setidaknya mengarahkan target hidup kita sebagai target hidup bersama.
Dengan cara seperti inilah, maka diharapkan proses membina keharmonisan keluarga bukan sekedar untuk memenuhi ambisi diri pribadi, melainkan untuk menciptakan interaksi efektif dalam sebuah rumah tangga yang bahagia.
Oleh karena itulah, jika kita ingin dapat membina keharmonisan keluarga, maka setidaknya aspek-aspek yang dijelaskan tadi dijadikan sebagai pedoman hidup. Dengan menjadikan sebagai pedoman hidup, maka kita sudah mengkondisikan diri kita sebagai sosok yang yang efektif dalam berpikir dan bertindak.

II. 10.    Dzikir, Ingat Nikmat, dan Melihat ke Bawah
Termasuk faktor utama yang mendatangkan sikap lapang dada dan ketenangan adalah "Banyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala." Dzikir kepada Allah Subha-nahu wa Ta'ala itu memberikan pengaruh ajaib untuk mendapatkan sikap lapang dada dan ketenangan serta menghilangkan kesedihan dan musibah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang." (Ar-Ra'du: 28)
Dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu akan memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai bahagia. Karena dia mempunyai keistimewaan dan karena adanya harapan hamba untuk mendapatkan pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di antaranya pula adalah: "Ingat dan membicara-kan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tampak maupun yang tidak tampak." Dengan mengetahui dan membicarakannya niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba untuk selalu bersyukur. Syukur adalah sikap yang sangat mulia dan berkedudukan terpuji, bahkan walaupun dia berada dalam kondisi fakir, sakit dan berbagai macam ujian lainnya. Bila seorang hamba ingin membandingkan antara nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang banyaknya tidak dapat dihitung dengan jumlah musibah yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya.
Bahkan, bila ada musibah yang menimpa hamba lalu dia hadapi dengan kesabaran, rela dan sikap menerima, maka akan ringanlah bebannya. Sementara, harapannya mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ibadahnya kepada Allah dengan menjalankan perintah bersabar dan rela, akan mengubah sesuatu yang pahit menjadi manis. Manisnya pahala membuatnya lupa akan pahitnya sikap sabar.
Termasuk faktor yang sangat mendukung dalam hal ini adalah "Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih." Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini (lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila seorang hamba meletakkan di depan matanya cara pandang yang mulia ini, dia akan melihat bahwa dirinya mengungguli sebagian besar orang dalam masalah kese-hatan dan rezkinya, bagaimana pun kondisi dia sebenar-nya. Dengan demikian akan hilanglah kegelisahan, kesedihan dan musibahnya, dan bertambahlah perasaan senangnya serta harapannya untuk mendapatkan juga nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada orang-orang yang ada di atasnya.

Setiap kali seorang hamba merenungi nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala baik yang tampak maupun tidak tampak, urusan agama maupun duniawi, dia akan mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan kepadanya banyak kebaikan dan mencegah berbagai bencana. Dan pasti, hal ini dapat menghilangkan kesedihan dan mendatangkan kebahagiaan serta kesenangan.

II. 11.    Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah)

Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati".

Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa 1/539, cet. Abdul Baqi

Karena itu rumah harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur'an, atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang bermanfaat.
Saat ini betapa banyak rumah-rumah umat Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di dalamnya, sebagaimana disebutkan oleh hadits di atas. Dan apatah lagi manakala yang menjadi dendangan di dalam rumah itu adalah syair-syair dan lagu-lagu setan, menggunjing, berdusta dan mengadu domba?
Apatah lagi jika rumah-rumah itu penuh dengan kemaksiatan dari kemungkaran, seperti ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis) yang diharamkan, tabarruj (pamer kecantikan dan perhiasan) di antara kerabat yang bukan mahram atau kepada tetangga yang masuk ke rumah?
Bagaimana mungkin malaikat akan masuk ke dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Dan bagaimana pula rumah tangga atau keluarga itu menjadi bahagia? Karena itu hidupkanlah rumahmu dengan dzikrullah! Mudah-mudahan Allah merahmatimu.[7]
Ajarkan juga pokok-pokok keimanan yang telah diterangkan oleh Al-Qur‘an dan biasakanlah mereka untuk berpegang teguh dengan rukun-rukun Islam. Ajarkan kepada istri dan anak-anak kalian untuk mencintai Allah, tancap-kan keimanan, kecintaan, penghormat-an, dan pengagungan terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam di dalam hati mereka. Mereka wajib untuk menaati apa yang diperin-tahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, membenarkan setiap berita yang beliau sampaikan dan menjauhi apa yang dilarangnya dan tidak beribadah kepada Allah, melain-kan sesuai dengan apa yang dia syariatkan. Barang siapa yang berpaling dari petunjuknya, maka dia termasuk ahlul bid’ah.
Ajarkan mereka untuk mencintai sahabat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia sebagai imam yang telah mendapatkan petunjuk yang lurus. Terangkan kepada mereka bagaimana sahabat beribadah, berakhlak dengan akhlak yang mulia, berilmu yang luar biasa, bersungguh-sungguh dalam beragama. Dan terangkan juga tentang jihad dan perjuangan mereka di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hingga akhirnya melalui mereka Allah membuka hati dan telinga umat manusia, membuka negara-negara dan kerajaan-kerajaan, dan menghukum orang orang kafir dan munafik dengan kehinaan.
Pendidikan keimanan ini sangat penting bagi keluarga, karena ia mencerminkan masa depan sebuah keluarga. Jadi, berikanlah pendidikan keimanan kepada kita, agar kelak rumah tangga kita menjadi bahagia dan harmonis.


BAB III
KESIMPULAN

Rumah tangga ideal adalah idaman setiap manusia. Dalam  mewujudkan rumah tangga yang ideal harus dimulai dari  bagaimana kita membina keharmonisan dalam keluarga tersebut. Untuk menciptakan keharmonisan tersebut dimulai sejak proses pembentukan keluarga itu sendiri yakni sejak pemilihan pasangan hidup. Dalam memilih pasangan hidup salah satu yang harus diperhatikan adalah karakter. Karena karakter menentukan bagaimana seseorang memperlakukan pasangannya dan suatu hari nanti memperlihatkannya kepada anak-anaknya.
Selain itu juga dalam menciptakan keharmonisan dalam keluarga, harus ada cinta kasih, untuk mewujudkannya dilakukalah suatu perkawinan. Dari perkawinan tersebut terbentuklah keluarga yang substansinya merupakan wadah aktualisasi dari cinta itu sendiri. Cinta dalam dalam keluarga dapat berarti kasih sayang, perahtian dan penghargaan.
Dimensi kasih sayang dapat berujud salah satunya adalah menerima seorang suami atau istri apa adanya. Sementara itu, perhatian dalam keluarga dapat berujud dalam memberikanpujian, memenuhi janji dan mengistimewakannya. Sedangkan penghargaan dapat berujud berupa strategi khusus dalam memberi cinta kasih. Dalam Islam untuk mewujudkan keharmonisan dalam keluarga tersebut di kenal dengan cinta, mawaddah, warahmah dan amanat.



DAFTAR PUSTAKA


Al-Khyust, Ustman, Muhammad, Membangun Harmonisme Keluarga, Jakarta : Bisthi, 2007
Hertina, Dra. M.Pd., Sosiologi keluarga, Pekanbaru : Alaf Riau,.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, 40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga.








             [1] Al-Ahzab : 33
             [2] http://membina-keharmonisan-keluarga+anne ahira.com
             [3] Hertina, Dra. M.Pd., Sosiologi keluarga, Pekanbaru : Alaf Riau, Hal : 63.
             [4] Ibid.
             [5] Al-Khyust, Ustman, Muhammad, Membangun Harmonisme Keluarga, Jakarta : Bisthi, 2007, Hlm : 51.
             [6] Hertina, Dra, M.Pd., Op cit,  hlm : 71.
             [7] Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, 40 Nasehat Memperbaiki Rumah Tangga.
 

2 komentar:

  1. jurusan AH di uin Bg??
    dah semester brapa??

    yasin smt 5 AH2

    BalasHapus
  2. iya dk..
    abg di AH juga,,
    sekarang udah semester 9 (sembilan)...

    BalasHapus