Minggu, 07 April 2013

Makalah-Praktikum Peradilan-"Proses Peradilan di MK dan PTUN".



Tugas Makalah                                                                       Dosen Pembimbing
Praktikum Peradilan                                                    Amru Muzan, SH. MH.


PROSES PERADILAN DI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA





Disusun Oleh :
MAHARLIS IQBAL ROKHA
NADIAH BT ADNAN
NURLIZA


JURUSAN AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2012






BAB I
PENDAHULUAN


Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres), dan sampai dengan sekarang ada 26 PTUN. Berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1990 tentang Pembentukan PTUN di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Ujung Pandang. Keppres No. 16 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN di Bandung, Semarang dan Padang. Keppres No. 41 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN Pontianak, Banjarmasin dan Manado. Keppres No. 16 Tahun 1993 tentang Pembentukan PTUN Kupang, Ambon, dan Jayapura. Keppres No. 22 Tahun 1994 tentang Pembentukan PTUN Bandar Lampung, Samarinda dan Denpasar. Keppres No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan PTUN Banda Aceh, Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogyakarta, Mataram dan Dili. Untuk wilayah hukum PTUN Dili, setelah Timor Timur merdeka bukan lagi termasuk wilayah Republik Indonesia. PTUN mempunyai wewenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara pada tingkat pertama.
Ide pembentukan MK merupakan ekses dari perkembangan pemikiran hukum dan ketatanegaraan modern yang muncul pada abad ke-20 ini. Di negara-negara yang tengah mengalami tahapan perubahan dari otoritarian menuju demokrasi, ide pembentukan MK menjadi diskursus penting. Krisis konstitusional biasanya menyertai perubahan menuju rezim demokrasi, dalam proses perubahan itulah MK dibentuk. Pelanggaran demi pelanggaran terhadap konstitusi, dalam perspektif demokrasi, selain membuat konstitusi bernilai semantik, juga mengarah pada pengingkaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat.
Di dalam makalah ini kami akan menejelaskan lebih lanjut tentang proses peradilan di MKdan PTUN.



BAB II
PROSES PERADILAN DI MK


A.     Pemeriksaan Pendahuluan
Sidang pertama harus ditetapkan dalam jangka waktu 14 hari setelah permohonan dicatat dalam buku register sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU MK. Sidang pertama ini adalah sidang untuk pemeriksaan pendahuluan yang akan mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan permohonan. Perbedaannya dengan pemeriksaan administratif yang dilakukan oleh panitera yang diatur dalam Pasal 32 UU MK adalah dalam praktik pemeriksaan pendahuluan tersebut kebanyakan melihat pada dasar legal standing pemohon dan uraian posita maupun petitum. Umumnya hakim memberi saran yang boleh digunakan atau tidak yang kemudian akan memberi waktu bagi pemohon untuk melakukan perbaikan. Adapun pemeriksaan administratif yang dilakukan panitera hanyalah menyangkut kelengkapan administratif permohonan saja seperti adanya surat kuasa, alat bukti awal yang perlu, dan syarat formal permohonan.
Boleh jadi hakim dalam pemeriksaan pendahuluan mungkin masih memeriksanya, tetapi tidak dilihat adanya tumpang tindih kewenangan. Hal ini karena panitera hanya memeriksa permohonan untuk dapat didaftar atau tidak dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK), sedangkan hakim memeriksanya dalam hal apakah pemeriksaan dapat dilanjutkan apabila syarat-syarat permohonan telah dipenuhi. Panitera tidak akan mendaftar perkara dimaksud dalam BRPK untuk memperoleh nomor perkara jikalau bukti minimum yang ditentukan belum disertakan.
Dalam praktik yang terjadi selama ini, sesungguhnya pemeriksaan pendahuluan sebelum pemeriksaan pokok perkara memerlukan sejumlah perbaikan dalam arah maupun item yang hares dipersiapkan baik oleh pemohon maupun oleh MK sendiri sebelum pemeriksaan perkara dilakukan oleh pleno. Akan tetapi, sebelum mengemukakan substansi masalah yang hares dipersiapkan dalam pemeriksaan pendahuluan, ada baiknya untuk menyepakati serta membahas terlebih dahulu apa sesungguhnya tujuan pemeriksaan pendahuluan tersebut.
Pemeriksaan pendahuluan adalah satu pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim (panel) dan dihadiri pemohon untuk mempersiapkan permohonan tersebut secara lengkap sebelum diadakan persidangan, baik untuk mendengar keterangan dari pemerintah, DPR, maupun pihak terkait dengan cara yang efektif, efisien, dan lancar. Sifat pemeriksaan pendahuluan adalah informatif, dalam arti pemeriksaan pendahuluan dimaksudkan untuk memberi penjelasan dan memperoleh informasi, sehingga masalah yang diajukan dapat dipahami secara baik dan benar oleh hakim maupun oleh pemohon sendiri.
Dalam menghindari kesulitan maka harus dielakkan adanya hal-hal yang sifatnya mendadak di mana pihak-pihak tidak mempersiapkan sebelumnya karena adanya unsur yang timbul dan diajukan ketika proses sedang berjalan. Yaitu dapat berupa jumlah saksi maupun ahli yang tidak memperhitungkan faktor waktu di mana diajukan saksi atau ahli sekaligus secara banyak dan serentak. Maka, pemeriksaan pendahuluan boleh jadi dilakukan lebih dari satu kali yang kebutuhannya ditentukan sendiri oleh hakim (panel) yang memeriksa.

1.      Pemeriksaan Persidangan
Pihak-pihak yang beperkara harus diberi kesempatan untuk memberi keterangan dan menyatakan pendapatnya tentang permohonan dari pemohon torsebut. Hal ini tentu akan dilakukan dengan pemberitahuan pada pemerintah, DPR maupun pihak terkait tentang adanya permohonan tersebut dengan disertai salinannya yang telah diperbaiki dalam pemeriksaan pendahuluan dan sidang pemeriksaan yang akan dilakukan oleh MK.
Meskipun UU MK tidak menyebut secara tegas tenggang waktu yang harus dilalui untuk sahnya pemberitahuan atau panggilan, tetapi secara umum panggilan itu paling lambat sekurang-kurangnya 3 hari. Bahkan biasanya ka rena pembuatan keterangan tersebut memerlukan koordinasi, MK mengirimkan pemberitahuan 2 minggu sebelumnya.
Keterangan tersebut diberikan baik secara lisan maupun tertulis. Keterangan yang diperlukan boleh saja menyangkut lembaga negara yang tidak secara tegas disebut dalam permohonan, tetapi jika MK memandang perlu untuk mendengarnya, maka dalam hal demikian MK dapat meminta lembaga negara dimaksud untuk memberi keterangan yang diperlukan.
Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu 7 hari wajib memberi keterangan yang diminta. Dalam praktik, pada persidangan awal diminta kehadiran Menteri Hukum dan HAM sebagai kuasa tetap Presiden/Pemerintah dan Menteri yang menangani secara teknis, minimal harus hadir satu kali. Keterangan yang diberikan adalah keterangan lisan dengan menyatakan keterangan lisan tersebut akan disusul dengan keterangan secara tertulis. Hal ini telah diatur demikian dalam Peraturan MK No. 001/PMK/2005.
a.       Kehadiran Kuasa
Pasal 43 UU MK mengatur bahwa pemohon dan/atau termohon dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus. Akan tetapi, khusus untuk permohonan pengujian UU karena sifatnya yang lebih banyak mendengarkan keterangan pemerintah maupun DPR dan/atau DPD tentang riwayat proses pembentukan UU yang dimohonkan untuk diuji, maka pendapat yang mengemuka dari hakim-hakim MK adalah bahwa tidak tepat untuk pemerintah maupun DPR dan/atau DPD memberi kuasa kepada pihak lain dalam hal ini pengacara yang profesional untuk mewakili pemerintah atau DPR karena pengacara profesional tidak mengetahui proses pembentukan UU yang bersangkutan.
Oleh karena itu, kehadiran DPR dan pemerintah yang diwakili kuasanya untuk memberi keterangan sebagai lembaga atau institusi jauh akan dipandang tepat apabila kuasa dimaksud merupakan bagian dari lembaga negara itu sendiri, yang secara kelembagaan memiliki data yang diperlukan dan karenanya tepat untuk memberikan keterangan tentang proses pembentukan suatu UU tertentu.
Selain didampingi kuasa hukum, pemohon, dan termohon dapat pula didampingi orang lain yang mungkin diperlukan keterangannya untuk mendukung atau membantu pemohon atau termohon dalam memberikan keterangan, baik karena terlibat secara langsung dalam proses maupun yang menguasai data-data yang berkaitan dengan permohonan.
Dalam hal demikian, pemohon atau termohon harus menerangkan siapa orang dimaksud yang dimuat dalam surat keterangan tertulis untuk disampaikan kepada majelis hakim MK. Hal demikian diperlukan hanya untuk memungkinkan yang bersangkutan diperkenankan duduk bersama-sama dengan pemohon atau termohon dengan maksud untuk memberi pendampingan yang dibutuhkan.

b.      Jalannya Persidangan
Sebagai salah satu sidang pengadilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dan yang tunduk pada asas-asas hukum acara yang berlaku, sebagaimana pengadilan pada umumnya, persidangan selalu terbuka untuk umum. Realisasi hal ini lebih jauh lagi tampak dengan terbukanya akses bagi publik untuk mengikuti persidangan MK melalui internet karena baik transkripsi, status perkara maupun putusan akan dimuat datanya pada situs MK.
Akan tetapi, melihat karakter perkara yang ditangani, di mana nuansa kepentingan umum sangat menonjol terutama tentang pengujian undang-undang yang lebih bersifat abstract-norm, tidak individual, dan konkret, maka hakim Mahkamah Konstitusi selalu menghindarkan adanya posisi pemohon dengan pemerintah/DPR yang bersifat konfrontatif.
Dalam perkara semacam ini, sesungguhnya kepentingan kedua belala pihak adalah searah dan sejalan, setidaknya secara teoretis.
Meskipun diakui perbedaan pendirian tentang apa yang menjadi kepentingan umum yang adil boleh jadi sangat tajam dan diameteral antara pemohon dan pemerintah maupun DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Akan tetapi, bagi hakim Mahkamah Konstitusi yang akan memberi putusan sebagai tafsiran terbaik dan final dari konstitusi untuk kepentingan seluruh warga negara, maka posisi konfrontatif (adversarial) demikian sebagaimana biasa ditemui di sidang peradilan umum tidak dikehendaki karena dapat menjadi gangguan dalam proses.
Sidang dibuka oleh ketua sidang dengan memeriksa kehadiran pihak-pihak melalui perkenalan diri yang dilakukan kuasa pemohon dan pendamping serta pihak lainnya, yaitu pemerintah, DPR atau pihak terkait, beserta kuasa maupun pendampingnya. Meskipun sudah diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan, surat-surat kuasa dalam hal penerima kuasa terdiri lebih dari satu orang, dapat dilakukan lagi. Akan tetapi, hal itu tidak selalu diperlukan. Hanya saja karena sebagian besar hakim Mahkamah Konstitusi tidak turut dalam peme riksaan pendahuluan tampaknya hal demikian tidak berlebihan.







BAB III
PROSES PERADILAN DI PENGADILAN TATA USAHA NEGERI


A.     Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan ketua majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatan dan atau tergugat untuk dimintai keterangan/ penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu harus didengar secara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja hakim tanpa toga.
Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua majelis. Maksud Pasal 63 ayat (2) b tidak terbatas hanya kepada Badan/Pejabat TUN yang digugat, tetapi boleh juga terhadap siapa saja yang bersangkutan dengan data-data yang diperlukan untuk mematangkan perkara itu. Dalam pemeriksaan persiapan sesuai dengan ketentuan Pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986 dan Surat Edaran (SEMA No. 2 Tahun1991) serta Juklak MARI (Juklak MARI No.052/Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992), (Surat MARI No. 223/Td.TUN/ X/ 1993 tanggal 14-10-1993 tentang Juklak), (Surat MARI No. 224 /Td.TUN/X/1993 tanggal 14-10-1993 tentang Juklak).  Majelis Hakim berwenang untuk : 
1.      Wajib memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapi dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari.
2.      Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan, demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan itu. Wewenang Hakim ini untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang sebagai Penggugat dalam mendapatkan informasi atau data yang diperlukan dari Badan atau Pejabat TUN
3.      Mengingat bahwa penggugat dan Badan atau Pejabat TUN kedudukannya tidak sama. Dapat pula melakukan acara mendengarkan keterangan-keterangan dari Pejabat TUN lainnya atau mendengarkan keterangan siapa saja yang dipandang perlu oleh hakim serta mengumpulkan surat-surat yang dianggap perlu oleh hakim.
4.      Dalam kenyataan Keputusan TUN yang hendak disengketakan itu mungkin tidak ada dalam tangan penggugat. Dalam hal keputusan itu ada padanya, maka untuk kepentingan pembuktian ia seharusnya melampirkannya pada gugatan yang ia ajukan. Tetapi apabila penggugat yang tidak memiliki Keputusan TUN yang bersangkutan tentu tidak mungkin melampirkan pada gugatan terhadap keputusan yang hendak disengketakan itu. Untuk itu, Hakim dapat meminta kepada Badan/Pejabat TUN yang bersangkutan untuk mengirimkan kepada Pengadilan Keputusan TUN yang sedang disengketakan itu. Dengan kata “sedapat mungkin” tersebut ditampung semua kemungkinan, termasuk apabila tidak ada keputusan yang dikeluarkan menurut ketentuan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986. 
5.      Pemeriksaan persiapan terutama dilakukan untuk menerima bukti-bukti dan surat-surat yang berkaitan. Dalam hal adanya tanggapan dari Tergugat, tidak dapat diartikan sebagai replik dan duplik. Bahwa untuk itu harus dibuat berita acara pemeriksaan persiapan.
6.      Mencabut “Penetapan Ketua PTUN tentang penundaan pelaksanaan Keputusan TUN” apabila ternyata tidak diperlukan.
7.      Dalam tahap pemeriksaan persiapan juga dapat dilakukan pemeriksaan setempat.  Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan setempat tidak selalu harus dilaksanakan lengkap, cukup oleh salah seorang anggota yang khusus ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan setempat. Penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan.
       
Kalau gugatan dari Penggugat dinilai oleh Hakim sudah sempurna maka tidak perlu diadakan perbaikan gugatan.
Majelis Hakim juga harus menyarankan kepada penggugat untuk memperbaiki petitum gugatan yang sesuai dengan maksud ketentuan Pasal 53 tentang petitum gugatan dan dalam Pasal 97 ayat 7 tentang putusan pengadilan, maka untuk keseragaman bunyi amar putusan adalah sebagai berikut  :
1.      Mengabulkan gugatan penggugat.
2.      Menyatakan batal keputusan TUN yang disengketakan yang dikeluarkan oleh nama intansi atau nama Badan/Pejabat TUN tanggal… Nomor….perihal….atau menyatakan tidak sah keputusan TUN yang disengketakan yang dikeluarkan oleh nama instansi atau nama Badan/Pejabat TUN, tanggal ….nomor…perihal…).
Selanjutnya diikuti amar berupa mewajibkan atau memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan TUN yang disengketakan. Untuk itu didalam praktek masih adanya putusan yang sifatnya deklaratoir (Menyatakan batal atau tidak sah saja), tidak diikuti amar selanjutnya berupa: Mewajibkan atau Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan TUN yang disengketakan.              
Tenggang waktu 30 hari untuk perbaikan gugatan dalam fase pemeriksaan persiapan, janganlah diterapkan secara ketat sesuai bunyi penjelasan Pasal 63 ayat 3 UU No. 5 Tahun 1986. Tenggang waktu 30 hari tersebut tidak bersifat memaksa maka hakim tentu akan berlaku bijaksana dengan tidak begitu saja menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima kalau penggugat baru satu kali diberi kesempatan untuk memperbaiki gugatannya. (Penjelasan Pasal 63 ayat 3 UU No. 5 Tahun1986).Dalam pemeriksaan perkara dengan acara cepat tidak ada pemeriksaan persiapan. Setelah ditunjuk Hakim tunggal, langsung para pihak dipanggil untuk persidangan.   

B.     Persidangan
Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat (Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004). Ketua Majelis/Hakim memerintahkan panitera memanggil para pihak untuk  pemeriksaan persidangan dengan surat tercatat. Jangka waktu antara pemanggilan dan  hari sidang tidak boleh kurang dari enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat.
Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat.
Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai salinan gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis.Apabila dipandang perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang menghadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.Dalam menentukan hari sidang, Hakim harus mempertimbangkan jauh dekatnya tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat persidangan.Dalam pemeriksaan dengan acara biasa, Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan tiga orang Hakim, sedangkan dengan acara cepat dengan Hakim Tunggal. Pengadilan bersidang pada hari yang ditentukan dalam surat panggilan.
Pemeriksaan sengketa TUN dalam persidangan dipimpin oleh Hakim Ketua Sidang. Hakim Ketua Sidang wajib menjaga supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap orang dan segala perintahnya dilaksanakan dengan baik. Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum. Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum, namun putusan tetap diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.Dalam hal penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patut, gugatan dinyatakan gugur, dan penggugat harus membayar biaya perkara. Setelah gugatan penggugat dinyatakan gugur, penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang muka biaya perkara. Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali sidang berturut-turut dan atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan meskipun setiap kali telah dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan atau menanggapi gugatan.
Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan dengan surat tercatat penetapan tersebut tidak diterima berita baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat.Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secara tuntas.
Dalam hal terdapat lebih dari seorang tergugat dan seorang atau lebih diantara mereka atau kuasanya tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, pemeriksaan sengketa itu dapat ditunda sampai hari sidang yang ditentukan Hakim Ketua Sidang.Penundaan sidang itu diberitahukan kepada pihak yang hadir, sedang terhadap pihak yang tidak hadir oleh Hakim Ketua Sidang diperintahkan untuk dipanggil sekali lagi. Apabila pada hari penundaan sidang tersebut tergugat atau kuasanya masih ada yang tidak hadir, sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya.Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawaban oleh Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan seperlunya hal  yang diajukan oleh mereka masing-masing. Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim. Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim.
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh pengadilan hanya apabila disetujui tergugat.Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan, apabila hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan. Eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa.
Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan hanya dapat diputus bersama dengan pokok perkara.Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa. Ketentuan ini menunjukkan bahwa peranan hakim ketua sidang dalam proses pemeriksaan sengketa TUN adalah aktif dan menentukan serta memimpin jalannya persidangan agar pemeriksaan tidak berlarut-larut. Oleh karena itu, cepat atau lambatnya penyelesaian sengketa tidak semata-mata bergantung pada kehendak para pihak, melainkan Hakim harus selalu memperhatikan kepentingan umum yang tidak boleh terlalu lama dihambat oleh sengketa itu.Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 107 UU No.5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 mengatur ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materil. Berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara Perdata, maka dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, Hakim Peratun dapat menentukan sendiri : 
1.      Apa yang harus dibuktikan.
2.      Siapa yang harus dibebani pembuktian hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim sendiri.
3.      Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian.
4.      Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan.
Alat bukti terdiri dari : Surat atau tulisan, Keterangan ahli, Keterangan saksi, Pengakuan para pihak, Pengetahuan hakim. Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang memandang perlu ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat TUN, atau pejabat lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa. Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan pula supaya surat tersebut diperlihatkan kepada Pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk keperluan itu. Apabila surat itu merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum diperlihatkan oleh penyimpannya dibuat salinan surat itu sebagai ganti yang asli selama surat yang asli belum diterima kembali dari pengadilan.Pemeriksaan saksi di persidangan dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Hakim Ketua Sidang. Saksi yang sudah diperiksa harus tetap di dalam ruang sidang kecuali jika hakim ketua sidang menganggap perlu mendengar saksi yang lain di luar hadirnya saksi yang telah didengar itu misalnya apabila saksi lain yang akan diperiksa itu berkeberatan memberikan keterangan dengan tetap hadirnya saksi yang telah didengar.Atas permintaan salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi untuk didengar dalam persidangan.Pejabat yang dipanggil sebagai saksi wajib datang sendiri di persidangan. Biaya perjalanan pejabat yang dipanggil sebagai saksi di Pengadilan tidak dibebankan sebagai biaya perkara.Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut dan hakim mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, Hakim Ketua Sidang dapat memberi perintah supaya saksi dibawa oleh polisi ke persidangan. Menjadi saksi adalah satu kewajiban hukum setiap orang.
Orang yang dipanggil menghadap sidang Pengadilan untuk menjadi saksi tetapi menolak kewajiban itu dapat dipaksa untuk dihadapkan di persidangan dengan bantuan polisi.  Seorang saksi yang tidak bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan yang bersangkutan tidak diwajibkan datang di Pengadilan tersebut tetapi pemeriksaan saksi itu dapat diserahkan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman saksi.
Ketua Pengadilan yang mendelegasikan wewenang pemeriksaan saksi tersebut mencantumkan dalam penetapannya dengan jelas hal atau persoalan yang harus ditanyakan kepada saksi oleh Pengadilan yang diserahi delegasi wewenang tersebut.Dari pemeriksaan saksi tersebut dibuat berita acara yang ditandatangani oleh Hakim dan Panitera Pengadilan yang kemudian dikirimkan kepada Pengadilan yang memberikan delegasi wewenang di atas.
1).    Pada setiap pemeriksaan, panitera harus membuat berita acara
    sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam sidang.
2).   Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera. Apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam berita acara tersebut .Apabila hakim ketua sidang dan panitera berhalangan menandatangani maka berita acara ditandatangani oleh ketua pengadilan dengan menyatakan berhalangannya hakim ketua sidang dan panitera tersebut.Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya. Lanjutan sidang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak, dan bagi mereka pemberitahuan ini disamakan dengan panggilan. Dalam hal salah satu pihak yang datang pada hari persidangan pertama ternyata tidak datang pada hari persidangan selanjutnya Hakim Ketua Sidang menyuruh memberitahukan kepada pihak yang tidak hadir tentang waktu, hari, dan tanggal persidangan berikutnya. (Pasal 95 UU No. 5 Tahun1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.

e. Putusan
       Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakataan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.











DAFTAR PUSTAKA




Maruarar Siahaan, Dr. SH.,  Hukum Acara Mahkamah Konstitus, Jakarta : Sinar Grafika, 2011
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara, Jakarta : Rajawali Pres, 1992.
Wiyono, R. SH.,  Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar