BAB I
PENDAHULUAN
Dalam penjelasan umum undang-undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dinyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara
tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut
maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan
kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).
Oleh karna itu, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Dalam usaha memperkuat
prinsip di atas, maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam
kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksaan kekuasaan kehakiman yang
menyatakan bahwa Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasan
kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, dalam
makalah ini kami akan menjelaskan tentang kode etik dari seorang Jaksa di
Indonesia.
BAB II
KODE ETIK
JAKSA
A.
Pengertian
Memperhatikan kedudukan
jaksa yang sangat strategis dalam penegakan Hukum di Indonesia, Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa : “Jaksa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.”[1]
Dalam
Undang-Undang 16 tahun 2004 Pasal satu
juga disebutkan tentang Penuntut Umum, penuntutan, dan Jabatan Fungsional
Jaksa. Oleh karna itu, kami juga mencantumkannya disini.
Penuntut Umum
: Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Penuntutan
adalah “Tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan
Negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Hukum Acara
Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.
Dan Jabatan
Fungsional Jaksa adalah : Jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam
organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan
tugas kejaksaan.[2]
Profesi jaksa
adalah profesi yang mulia, mewakili negara dalam
B.
Sumpah Jaksa
Seorang jaksa
sebelum memangku jabatannya, harus mengikrarkan dirinya bersumpah/berjanji
sebagai pertanggungjawabab dirinya kepada negara, bangsa dan lembaganya. Dalam
Pasal 10 Undang-Undang No. 16 tahun 2004 dinyatakan bahwa :
“saya
bersumpah/berjanji :
Bahwa saya akan setia
kepada dan mempertahankan NKRI, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara, Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan
peraturan per Undang-Undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Bahwa saya senantiasa
menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta
senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan
sungguh-sungguh, saksama, objektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak
membeda-bedakan, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan
melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
Bahwa saya akan
senantiasa menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur
tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang
saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.
Bahwa saya dengan
sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung,
dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga.
Bahwa saya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan
menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau
pemberian.”[3]
C.
Kode Etik
Jaksa
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung
nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi.
Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan
jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan
tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada
keberhasilan.
Kejaksaan merupakan salah satu pilar birokrasi
hukum tidak terlepas dari tuntutan masyarakat yang berperkara agar lebih
menjalankan tugasnya lebih profesional dan memihak kepada kebenaran. Sepanjang
yang diingat, belum pernah rasanya kejaksaan di dalam sejarahnya sedemikian
merosot citranya seperti saat ini. Sorotan serta kritik-kritik tajam dari
masyarakat, yang diarahkan kepadanya khususnya kepada kejaksaan, dalam waktu
dekat tampaknya belum akan surut, meskipun mungkin beberapa pembenahan telah
dilakukan.
Sepintas lalu, masalah yang menerpa kejaksaan
mungkin disebabkan merosotnya profesionalisme di kalangan para jaksa, baik
level pimpinan maupun bawahan. Keahlian, rasa tanggung jawab, dan kinerja terpadu yang merupakan ciri-ciri
pokok profesionalisme tampaknya mengendur. Sebenarnya, jika pengemban profesi
kurang memiliki keahlian, atau tidak mampu menjalin kerja sama dengan
pihak-pihak demi kelancaran profesi atau pekerjaan harus dijalin, maka
sesungguhnya profesionalisme itu sudah mati, kendatipun yang bersangkutan tetap
menyebut dirinya sebagai seorang profesional. Hal yang kerap memprihatinkan ialah rasa
keadilan masyarakat atau keadilan itu sendiri, tidak dapat sepenuhnya dijangkau
perangakat hukum yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu bergantung pada aparat
penegak hukum itu sendiri, bagaimana mewujudkannya secara ideal. Di sinalah
maka penegak hukum itu menjadi demikian erat hubungannya dengan perilaku,
khususnya aparat penegak hukum, antara lain termasuk jaksa. Hukum bukan sesuatu
yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada
sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum
tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan yang dikandungnya.[4]
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma
kode etik profesi jaksa, yang disebut TATA KRAMA ADHYAKSA, yaitu:
1.
Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang tercermin dari kepribadian yang utuh dalam pemahaman penghayatan dan
pengamalan Pancasila
2.
Jaksa yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa mengamalkan dan
melestarikan Pancasila serta secara aktif dan kreatif menjadi pelaku
pembangunan hukum dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berkeadilan
3.
Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau
golongan.
4.
Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama
pencari keadilan serta menjunjung tinggi asas praduda tak bersalah, disamping
asas-asas hukum yang berlaku.
5.
Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum sesuai
dengan praturan perUndang-Undangan
dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, ksopanan dan kesusilaan serta
menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
6.
Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan
mengindahkan disiplin ilmu hukum, memantapkan pengetahuan dan keahlian hukum
serta memperluas wawasan dengan mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat.
7.
Jaksa brlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan.
8.
Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban senantiasa memupuk serta
mngembangkan kemampuan profesional integritas pribadi dan disiplin yang tinggi.
9.
Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat yang tercermin dari sikap dan
prilaku baik di dalam maupun diluar kedinasan.
10. Jaksa terbuka untuk mnerima kebenaran, bersikap
mawas diri, berani bertanggungjawab dan dapat menjadi teladan dilingkungannya.
11. Jaksa
berbudi luhur serta berwatak mulia, setia dan jujur, arif dan bijaksana
dalam tata fikir, tutur dan laku.
12. Jaksa wajib menghormati dan mematuhi kode etik
jaksa serta mengamalkan secara nyata dalam lingkungan kedinasan maupun dalam pergaulan
masyarakat.[5]
Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam
kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit
sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan
agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang dikembangkan bukan lagi
semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas, positivis dan
mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap
memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk
mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya. Tanpa
hal itu, penanganan perkara tidaklah total, sehingga sisi-sisi yang justru
penting bisa jadi malah terlewatkan. Memang bukan persoalan mudah untuk
memahami sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak hadir pada kejadian yang
bersangkutan, apalagi jika berkas yang sampai sudah melalui tangan kedua
(dengan hanya membaca berita acara pemeriksaan atau BAP dari kepolisian). Jika
pada tingkat analisis telah menderita keterbatasan-keterbatasan, maka sebagai
konsekuensi logisnya kebenaran yang hendak kita tegakkan tidaklah dapat diraih
secara bulat. Tidak adanya faktor tunggal, menyebabkan setiap perkara memiliki
keunikan sendiri.
Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang
dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung
dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar
terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan.
Inilah yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah bagi jaksa
untuk menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota masyarakat
secara mayoritas. Di samping masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi yang
melingkupinya pun sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya normal.[6]
Menurut kami
(penulis), Kode Etik Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk
mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan
dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum
lainnya.
D. Sanksi
Terdapat
beberapa tindakan/Sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar
kode etik :
1. Administratif
a. Pemberhentian sementara selama pemeriksaan
b. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain
c. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama
satu tahun, selama menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan
Surat Keterangan Kepegawaian.
2. Pidana.
Apabila telah nyata dan
benar melakukan kejahatan dan atau perbuatan yang melanggar peraturan
perUndang-Undangan, maka jaksa yang bersangkutan diberhentikan secara tidak
hormat dari jabatannya.[7]
Kami
berpendapat, Kode Etik Jaksa yang sangatlah bagus, untuk mengatur dan menjaga
perilaku dari seorang jaksa. Akan tetapi, jika ado yang melanggar kode etik
yang mengakibatkan mencoreng nama baik korps kejaksaan dan yang lebih parah
lagi mengakibatkan timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak
hukum, ini sangat tidak diharapkan.
E. Lambang Kejaksaan dan Maknanya
Makna Gambar
1. Bintang bersudut tiga
Bintang adalah
salah satu benda alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tinggi letaknya dan
memancarkan cahaya abadi. Sedangkan jumlah tiga buah merupakan pantulan dari
Trapsila Adhyaksa sebagai landasan kejiwaan warga Adyaksa yang harus dihayati
dan diamalkan.
2. Pedang
Senjata pedang
melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi kemungkaran/kebathilan dan
kejahatan.
3. Timbangan
Timbangan
adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan antara
suratan dan siratan rasa.
4.
Padi dan Kapas
Padi dan kapas
melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi dambaan masyarakat.
5.
Seloka ”Satya
Adhi Wicaksana”
Merupakan Trapsila Adhyaksa yang
menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita setiap warga Adhyaksa dan mempunyai
arti serta makna:
a. Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa
jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga
maupun kepada sesama manusia.
b. Adhi :
kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama, bertanggungjawab baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga dan terhadap sesama manusia.
c. Wicaksana : Bijaksana dalam tutur-kata dan
tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.
Makna tata warna
1. Warna kuning diartikan luhur, keluhuran makna
yang dikandung dalam gambar/lukisan, keluhuran yang dijadikan cita-cita.
2. Warna hijau diberi arti tekun, ketekunan yang
menjadi landasan pentgejaran/pengraihan
cita-cita. [8]
F. Doktrin Tri Krama Adhyaksa
Doktrin Tri
Krama Adhyaksa, juga disebut dengan “Panji Adhyaksa”, sebagai pedoman didalam
mengatur tentang penjabaran dari profesi dan tanggung jawab serta
kewajiban-kewajiban lainnya yang melekat pada diri Jaksa, yaitu :
MUKADDIMAH
Bagian
Mukadimah terdiri dari 5 alinea, yang setiap alnea mempunyai pokok pikiran
masing-masing. Alinea I : Kelahiran Kejaksaan, Alinea II : Menyatakan kedudukan
kejaksaan diantara 1embaga-1embaga negara sebagai penuntut umum merupakan aparat
penegak hukum, Alinea III : kejaksaan
mempunyai peranan penting dalam tata rumusan negara hukum Indonesia, disamping
sebagai unsur eksekutif, juga sebagai unsur yudikatif, Alinea IV : Alasan
perlunya doktrin, Alinea V : Nama doktrin yakni : TRI KRAMA ADHYAKSA yaitu
Catur Asana, Triatmaka, dan Tri krama Adhyaksa.
BAB I CATUR
ASANA
Catur Asana
adalah empat landasan yang mendasari eksistensi peranan, wewenang dan tindakan
kejaksaan dalam mengemban tugas, baik dibidang non yustisial, dibidang
yudikatif ataupun eksekutif. Keempat landasan tersebut adalah
a. Landasan idiil :
Pancasila
b. Landasan konstitusional UUD
1945,
c. Landasan struktural : UU No. 5
Tahun 1991,
d.Landasan operasional : KUHAP,
KUHP, peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan denqan peranan
Jaksa.
BAB II TRI
ATMAKA
Ciri yang
merupakan sifat hakiki dari kejaksaan yang membedakannya dengan alat negara
lainnya adalah :
1. Tunggal
2. Mandiri
3. Mumpuni
BAB III TRI
KRAMA ADHYAKSA
Landasan jiwa
dari setiap watrga adhyaksa dalam meraih cita-cita luhurnya terpateri dalam
trapsila yang disebut dengan Tri Krama Adhiyaksa yang meliputi tiga kram, yaitu
:
1.
Satya
2.
Adhi
3.
Wicaksana
BAB IV SUB
DOKTRIN
Untuk menjamin
keberhasilan kejaksaan dalam dharma bhaktinya diperlukan adanya sub doktrin,
yang merupakan doktrin pelaksanaan sesuai dengan pembidangan yang ada dalam lingkungan
kejaksaan, yakni :
a. Indrya Adhyaksa untuk
bidang Intelijen,
b. Kritya Adhyaksa untuk bidang operasi,
c. Upakriya Adhyaksa untuk bidang pembinaan,
d. Anukara Adhyaksa untuk bidang pengawasan umum,
b. Kritya Adhyaksa untuk bidang operasi,
c. Upakriya Adhyaksa untuk bidang pembinaan,
d. Anukara Adhyaksa untuk bidang pengawasan umum,
PENUTUP
Di dalamnya
adalah ucapan Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Di sahkan pada tanggal 22
juli 1979.[9]
G.
Lampiran
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Jaksa Agung Republik Indonesia.
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Kode Perilaku Jaksa ini yang dimaksud dengan :
1. Jaksa adalah Pejabat Fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang
lain berdasarkan undang-undang;
2. Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian norma
sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan
profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan
kerjasama dengan penegak hukum lainnya;
3. Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan
administratif adalah Pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk
memeriksa dan menjatuhkan tindakan administratif kepada Jaksa yang melakukan
pelanggaran Kode Perilaku Jaksa;
4. Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang memberikan
tindakan administratif terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran Kode
Perilaku Jaksa.
5. Tindakan administratif adalah tindakan yang
dijatuhkan terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.
6. Yang dimaksud dengan perkara meliputi perkara
pidana, perkara perdata dan tata usaha negara maupun kasus-kasus lainnya.
Pasal 2
Kode Perilaku Jaksa berlaku bagi jaksa yang
bertugas di lingkungan Kejaksaan maupun diluar lingkungan Kejaksaan.
Bab II
Kewajiban
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib:
1. mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan
dan peraturan kedinasan yang berlaku;
2. menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
3. mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah
untuk mencapai keadilan dan kebenaran;
4. bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan
/ancaman opini publik secara langsung atau tidak langsung;
5. bertindak secara obyektif dan tidak memihak;
6. memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang
dimiliki oleh tersangka /terdakwa maupun korban;
7. membangun dan memelihara hubungan fungsional antara
aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu;
8. mengundurkan diri dari penanganan perkara yang
mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan,
partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak
langsung;
9. menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang
seharusnya dirahasiakan;
10. menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat
sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
11. menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia dan
hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan
dan instrumen Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal;
12. menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana;
13. bertanggung jawab secara internal dan berjenjang,
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
14. bertanggung jawab secara eksternal kepada publik
sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan
kebenaran.
Bab III
Larangan
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
1. menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
2. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan
perkara;
3. menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan
penekanan secara fisik dan/atau psikis;
4. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau
keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau
keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
5. menangani perkara yang mempunyai kepentingan
pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau
mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
6. bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
7. membentuk opini publik yang dapat merugikan
kepentingan penegakan hukum;
8. memberikan keterangan kepada publik kecuali
terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.
Bab IV
Penegakan Kode Perilaku Jaksa Dan Tindakan
Administratif
Pasal 5
1. Tindakan administratif dikenakan pada perbuatan
tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang;
2. Selain sanksi yang sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan, jaksa yang melakukan pelanggaran Kode
Perilaku Jaksa dapat dikenakan tindakan administratif;
3. Jenis tindakan administratif terhadap pelanggaran
Kode Perilaku Jaksa terdiri dari:
a. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat
tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan
administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian;
b. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain.
Bab V
Pejabat Yang Berwenang Menjatuhkan Tindakan
Administratif
Pasal 6
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah:
1. Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan
struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya
oleh Presiden.
2. Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas
dilingkungan Kejaksaan Agung R.I.
3. Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang
bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung R.I.
4. Kepala Kejaksaan Tinggi bagi jaksa yang bertugas di
Kejaksaan Tinggi.
5. Kepala Kejaksaan Negeri bagi jaksa yang bertugas di
Kejaksaan Negeri.
Bab VI
Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, Dan Penyampaian
Putusan Tindakan Administratif
Pasal 7
1. Petunjuk adanya penyimpangan Kode Perilaku Jaksa
diperoleh dari hasil temuan pengawasan melekat, pengawasan fungsional atau
berdasarkan laporan pengaduan yang diterima oleh pejabat yang berwenang
menjatuhkan tindakan administratif.
2. Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan
administratif memanggil jaksa yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan.
3. Sejak dilakukan pemeriksaan, pimpinan satuan kerja
wajib segera melaporkan kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari.
4. Pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif
Kode Perilaku Jaksa dilaksanakan oleh :
a. Jaksa Agung dan unsur Persaja bagi Jaksa yang
menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan
pemberhentiannya oleh Presiden;
b. Jaksa Agung Muda, pejabat eselon II pada
masing-masing Jaksa Agung Muda yang terkait serta unsur Persaja bagi Jaksa yang
bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Jaksa Agung Muda Pengawasan dan unsur Inspektur
serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung
Republik Indonesia;
d. Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan
Tinggi, para Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha serta unsur Persaja bagi
Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Tinggi;
e. Kepala Kejaksaan Negeri, para Kepala Seksi dan
Kepala Sub Bagian Pembinaan serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas
dilingkungan Kejaksaan Negeri.
5. Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dilakukan
secara tertutup dan putusan dibacakan secara terbuka. Putusan disampaikan kepada yang bersangkutan segera setelah dibacakan.
6. Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa diselesaikan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 8
Dalam melakukan Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa, pejabat yang
berwenang menjatuhkan tindakan administratif dapat mendengar atau meminta
keterangan dari pihak lain apabila dipandang perlu.
Pasal 9
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain untuk memeriksa
jaksa yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Perilaku Jaksa.
Pasal 10
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan
dari dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan
administratif yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang
bersangkutan.
Pasal 11
1. Kepada jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran
Kode Perilaku Jaksa secara berturut-turut sebelum dijatuhkan tindakan
administratif, hanya dapat dijatuhi satu jenis tindakan administratif saja.
2. Kepada jaksa yang pernah dijatuhi tindakan
administratif dan kemudian melakukan pelanggaran yang sifatnya sama,
terhadapnya dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat dari tindakan
administratif yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Pasal 12
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan
mengikat.
Bab VII
Penutup
Pasal 13
Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
Pasal 14
Setiap pejabat yang dimaksud dalam pasal 6 wajib :
1. berupaya dengan sungguh-sungguh agar Jaksa
bawahannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
2. melaksanakan wewenangnya sebagaimana ditentukan
dalam Kode Perilaku Jaksa.
Jakarta, 12 juli 2007
Jaksa Agung Republik Indonesia
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa : “Jaksa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam
kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit
sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan
agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang dikembangkan bukan lagi
semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas, positivis dan
mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap
memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk
mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya.
B.
SARAN
Demikianlah makalah singkat, kami menyadari banyaknya kekurangan didalam
penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta maaf dan Kami mengharapkan
kepada para pembaca, teman-teman dan Bapak Dosen Pembimbing untuk memberikan
kritik dan saran agar makalah kami ini menjadi lebih baik dimasa yang akan
datang. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Thalib, Teori
& Filsafat Hukum Modrn Dalam Prspektif ,tp, tth.
Harplileny
Soebiantoro, Hj. S.H. CN. MH, article : “Tanggung Jawab Profesi Jaksa”
diambil dari http://myblogspot.com/Tanggung
Jawab Profesi Jaksa.html
Supriadi,
S.H., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta :
Sinar Grafika, 2010.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Bandung : Citra Umbara, 2004.
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Jaksa
Agung Republik Indonesia.
[3] Supriadi, S.H., Etika & Tanggung Jawab
Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, cet ke III, hal.
130-131.
[5] Harplileny Soebiantoro, Hj. S.H. CN. MH, article : “Tanggung Jawab
Profesi Jaksa” hal. 19-20. diambil dari http://myblogspot.com/Tanggung
Jawab Profesi Jaksa.html
[7] Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode
Perilaku Jaksa Jaksa Agung Republik Indonesia.
[10] Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode
Perilaku Jaksa Jaksa Agung Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar