Hukum Islam Di
Asia Tenggara Dosen
Pembimbing
Drs.Asril. S.Ag
KODIFIKASI HUKUM
ISLAM SINGAPURA
Ditulis Oleh :
MAHARLIS IQBAL ROKHA
Nim. 10921007555
JURUSAN AHWAL AL-SYAKH
SIYAH SEMESTER V
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
1431H
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 2
A. Latar Belakang Sejarah ..................................................... 2
B. Kodifikasi Hukum Islam
Singapura ................................. 3
C. Upacara Pernikahan .......................................................... 5
D. Perceraian ............................................................................ 5
E. Pengumpulan Zakat Dan Dana
Pembangunan Masjid ... 6
BAB III PENUTUP ................................................................................ 8
A. Kesimpulan ......................................................................... 8
B. Saran .................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singapura adalah sebuah negara kota
kecil yang terletak di Semenanjung tanah melayu. Penduduknya terdiri dari
berbagai ras dan penganut berbagai macam agama. Penduduknya berjumlah 4.425.720
jiwa.
Hampir 77% warga Singapura adalah
China, dengan minoritas suku melayu, yaitu 14% dari seluruh total. Berikutnya
disusul oleh India, Pakistan dan Arab. Sebagian besar etnis melayu menganut
mazhab Sunni, muslim yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika menganut Mazhab
Hanafi, sementara Saudi Arabia menganut Mazhab Hanbali.
Dikelilingi oleh negara muslim
terbesar, Malaysia dan Indonesia. Singapura selalu sensitif dalam mengelola
hubungan etnis dan agamanya. Pemerintah memperlihatkan reputasi yang sangat
baik dalam memerintah Singapura adalah sebuah masyarakat yang kaya, yang
berfungsi sebagai transportasi utama dan offshore-finance hubungan bagi Asia
Tenggara.
Dalam perjalanan sejarahnya,
Singapura menjadi satu diantara pusat Islam paling penting di Asia Tenggara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Sejarah
Sejauh informasi yang didapat,
Singapura telah dihuni pada masa pra sejarah. Pada tahun 1100-an Singapura
telah dijadikan kota pelabuhan, dan pada tahun 1200-1300 pelabuhan Singapura
telah menjadi pusat perdagangan. Sebelum bernama Singapura, wilayah tersebut
lebih dikenal dengan nama “Tumasik” atau “Temasek” yang berarti kota pantai.
Menurut sejarahnya, nama Singapura
baru diperkenalkan oleh sang Nila Utama yang bergelar Sri Tan Buana, yang
sedang berlayar dan terdampar di Tamasik. Ditempat baru tersebut, Sri Tan Buana
melihat seekor binatang aneh yang mirip dengan singa. Hal ini diyakini sebagai
tanda baik, sehingga Sri Tan Buana serta rombongannya menetap dan membangun
wilayah baru tersebut, dan menamai wilayah Tumasik dengan Singapura. Istilah
tersebut diambil dari bahasa sansekerta singa berarti binatang buas, dan pura
berarti kota. Dengan demikian, Singapura berarti menjadi wilayah.
Pada akhir abad ke-14 wilayah
Singapura menjadi wilayah bagian kekuasaan Malaka. Hal ini berawal ketika
Singapura dikuasai oleh raja Parameswara. Penguasa baru Tumasik ini dikemudian
hari diserang oleh armada Majapahit dan terdesak ke Malaka. Diwilayah yang
tersebut terakhir inilah Parameswara membangun kerajaan malaka, dan banyak
berhubungan dan bergaul dengan para pedagang muslim, khususnya yang datang dari
bandar-bandar di Sumatera yang beragama Islam.
Dan Malaka juga sebagai pusat
penyebaran Islam di Asia Tenggara sehingga dapat dikatakan, melalui Malaka
ekspansi dan penyebaran Islam di Asia Tenggara mengalami kemajuan yang sangat
berarti.
Islam masuk ke Singapura tidak dapat
dipisahkan dari proses masuknya Islam ke Asia Tenggara secara umum, karena
secara geografis Singapura hanyalah salah satu pulau kecil yang terdapat
ditanah Semenanjung Melayu.
Peran utama asal Yaman (hadramaut)
yang bernama Syed Abu Bakar Taha Al Saggof dalam mengembangkan Islam di
Singapura sangat besar. Dialah dai dan penyebar Islam pertama era modern
dinegeri pulau itu dan membuka lembaga pendidikan Islam, yakni Madrasah
al-Juneid yang masih eksis sampai saat ini.[1]
Wajah Islam di Singapura tidak jauh
beda dari wajah muslim di negeri jirannya, Malaysia. Banyak kesamaan, baik
dalam praktek ibadah maupun dalam kultur kehidupan sehari-hari. Barangkali hal
ini dipengaruhi oleh sisa warisan Malaysia, ketika negara kecil itu resmi pisah
dari induknya, Malaysia pada tahun 1965.
Tahun 1901, jumlah orang Melayu
dipulau itu berkembang menjadi 23.060 orang, yang terdiri dari 12.335 orang
penduduk asli kepulauan melayu hampir 1.000 orang keturunan Arab, dan 600 orang
keturunan Jawa. Jumlah penduduk Singapura secara keseluruhan pada waktu itu
sekitar 228.555 orang dengan 72% etnis Cina.
Menurut istilah Sharon Siddique,
muslim Singapura dibagi kepada dua kelompok besar, yaitu migran yang berasal
dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Rian dan Bawean. Kelompok ini selalu
diidentikkan kedalam etnis melayu. Adapun kelompok penting, yaitu muslim India
yang berasal dari subkontinen India (pantai Timur dan pantai Selatan India) dan
keturunan Arab, khususnya Hadramaut.
Dengan demikian, Sharon berpandangan bahwa muslim Singapura adalah para migran.
B. KODIFIKASI HUKUM ISLAM
SINGAPURA
Istilah
“kodifikasi” berarti mensistemasikan, tetapi secara teknis istilah ini berarti
“menyusun aturan-aturan menjadi suatu kitab Undang-Undang”. Kodifikasi adalah
kata benda yang diasalkan dari kata kode” yang mempunyai beberapa arti, yaitu :
- Kumpulan aturan yang sistematis yang dibuat oleh suatu badan yang berwenang atau otoritas legislatif.
- Sistem aturan atau peraturan tentang berbagai hal.
- Kitab pokok Undang-undang suatu negara atau aturan.
- Kumpulan tulisan yang membentuk sebuah buku atau jilid.
Pada zaman sekarang
ini, umat Islam Singapura berusaha keras untuk mendekati Pemerintah singapura
agar mensahkan suatu UU yang mengatur Hukum Personal dan Keluarga Islam. Upaya
ini ditempuh melalui perwakilan, baik secara individu maupun melalui organisasi
muslim, yang bekerja Selama bertahun-tahun dan baru pada tahun 1966 Pemerintah
mengeluarkan rancangan undang-undang Parlemen dan menerima UU Administrasi
Hukum Islam 1966 (the Administration of Muslim law Act 1966). Sebelum rancangan
UU tersebut diterima, umat Islam dari berbagai suku dan mmazhab diberi
kesempatan untuk membuat perwakilan dan diminta untuk menghadap Komite
Pemilihan Parlemen untuk mengungkapkan pandangannya terhadap UU tersebut.
Setelah rancangan
tersebut diterima dan UU Administrasi Hukum islam 1966 diberlakukan, UU
tersebut kemudian mengalami beberapa kali amandemen sesuai dengan rekomendasi
yang diajukan oleh Dewan Agama islam yang digariskan oleh UU itu sendiri.
Sesudahnya, juga ditambahkan beberapa ordonansi ke dalamnya.
UU Administrasi
hukum Islam (AMLA) merupakan pengundangan Hukum Islam. Namun demikian,
administrasi ini bukanlah Hukum Islam itu sendiri. Akta ini memberikan ruang
yang fleksibel bagi dewan Agama Islam, Pengadilan Agama, dan Pencatat
Perkawinan Islam dalam menerapkan hukum syari’at.[2]
C. UPACARA PERNIKAHAN
AMLA menggariskan
bahwa orang yang ingin menikah harus sudah mencapai umur 16 tahhun. Hal ini
mengingat bahwa perkawinan merupakan suatu komitmen untuk bertanggung jawab
yang membutuhkan kematangan fisik dan mental. Meskipun demikian, bila ada
permohonan nikah oleh orang yang belum mencapai umur 16 tahun, pengadilan agama
–dalam situasi tertentu- dapat mengabulkan permohonan tersebut bila memang yang
memohon sudah dewasa (baligh). (Vide AMLA bagian 90[4}).
Untuk mempermudah
proses administrasi, seluruh permohonan nikah harus dibuat sebelumnya dan ditulis
di lembaran yang telah ditentukan. Untuk
dijadikan catatan nikah. Pemohon hanya dilayani jika mereka mendaftarkan diri
di pada Registrasi Perkawinan Islam. Setiap pasangan yang akan nikah terlebih
dahulu diwawancarai untuk mengetahui latar belakang serta pengetahuan agama mereka.
Kemudian, sebelum menikah mereka disarankan untuk kursus agama yang akan
dibimbing oleh para konsultan perkawinan yang mengajar diberbagai Masjid di
Singapura. Ini bertujuan agar akan tercapai kehidupan perkawinan yang harmonis
bagi pasangan tersebut. Penataran perkawinan seperti ini sudah mulai diadakan
sejak tahun 1969 dan jumlah keseluruhan peserta tahun 1984/85 diperkirakan
lebih dari 8.000 pasangan calon pengantin.
AMLA juga
mengharuskan suami yang nikah lebih dari satu istri untuk membuat permohonan
khusus yanyg menyatakan alasan-alasannya, serta membuat pernyataan
kesanggupannya untuk menghidupi dua istri atau lebih (Vide AMLA bagian 90[2}).
Di samping aturan-aturan
yang disebutkan diatas, seluruh aturan yang menyangkut perkawinan Islam lainnya
tetap sesuai dengan hukum Islam (fiqih).
D. PERCERAIAN
Untuk kepentingan
administratif, AMLA meminta agar setiap talak yang dijatuhkan dalam jangka
waktu seminggu untuk dicatat. Pasangan tersebut juga diharuskan mengisi
lembaran yang sudah ditentukan (Vide AMLA bagian 96[2}). AMLA juga menyebutkan
bahwa pengadilan agama harus meyakinkan diri sendiri sebelum dicatatnya
perceraian. (Vide AMLA bagian 96[3}).
Ada empat masalah
penting tentang pencatatan perceraian :
- Pembayaran ‘Iddah.
- Mut’ah : Hadiah pelipur lara.
- Pemeliharaan anak.
- Pembagian harta bersama setelah perceraian.
Pengadilan agama
berhak menentukan jumlah pembayaran untuk masa ‘iddah dan hadiah pelipur
lara. Biasanya jumlahnya cukup standar dan ditetapkan dengan persetujuan kedua
belah pihak. Tetapi, cukup sulit untuk mencapai kata sepakat diantara kedua
belah pihak dalam hal pembayaran mut’ah. Sejak tahun 1984, jumlah uang mut’ah yang harus dibayar sekitar 1 dolar singapura
per hari terhitung dari hari perkawinan sampai mereka bercerai.[3]
E. PENGUMPULAN ZAKAT DAN DANA
PEMBANGUNAN MASJID
AMLA memberikan
wewenang kepada Dewan Agama Islam untuk mengumpulkan zakat dan fitrah setiap
tahun. Pengumpulannya dilakukan oleh amil yang ditunjuk oleh Dewan dan kemudian
diserahkan kepada yang berhak menurut syari’at.
Di bawah
pemerintahan sekarang ini, singapura telah mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Banyak gedung lama yang dihancurkan dan diganti dengan gedung baru. Beberapa
Masjid juga mengalami pembangunan dengan dana yang sangat besar. Dana tersebut
diambil atau dipungut dari karyawan yang beragama Islam sebesar 1 dolar
singapura satu orang setiap bulan. Dana
itu dipotong dari gaji bulanan mereka melalui Dewan Penyediaan Dana
Pemerintah Pusat (Goverment Central Provident Fund Board). [4]
Majlis Agama Islam
mempunyai kuasa mutlak untuk mentadbir masjid yang ada di Singapura, tanpa
mengira jika ada peruntukan seebaliknya dalam mana-mana surat secara tertulis
(s 74(1)). Pemegang amanah(ketua) sebuah Masjid yang dilantik secara tertulis
(melalui surat) bisa dipecat dan diganti oleh Majlis dengan pengurus lainnya
jika terdapat kesalahan atau jika penggantian itu untuk kebaikan Masjid.
Masjid tidak boleh
dibangun atau diwakafkan tanpa ada izin tertulis dari Majlis yang tidak akan
diberikan melainkan tapak Masjid baru yang dijadikan Wakaf (s 75(1)(2)).
Pengurus masjid
harus menjaga agar Masjid tetap dalam keadaan baik, dan Majlis boleh
mengumpulkan tabung kas yang bertujuan untuk menjaga dan merawat serta
perbaikan Masjid. Pekerja-pekerja masjid digaji dengan Wang Tabung Endowmen
Awam. Majlis Agama menentukan letak atau didaerah mana yang akan dibangun
Masjid dan menyimpan satu buku daftar pegawai Masjid (s 77 dan 78). Apabila
terdapat kekosongan jabatan dalam Imam Masjid, Jawatankuasa UU Majlis
Agama akan mencari calon pengganti yang sesuai, meneliti kelayakan. Kemudian ,
setelah melalui pertimbangan, Majlis melantik Imam (s 79(1)(2)).[5]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Singapura adalah sebuah negara kota kecil yang
terletak di Semenanjung tanah melayu.
2. UU Administrasi hukum Islam
(AMLA) merupakan pengundangan Hukum Islam. Namun demikian, administrasi ini
bukanlah Hukum Islam itu sendiri. Akta ini memberikan ruang yang fleksibel bagi
dewan Agama Islam, Pengadilan Agama, dan Pencatat Perkawinan Islam dalam
menerapkan hukum syari’at.
3. Di SingapuraAda empat masalah
penting tentang pencatatan perceraian : Pembayaran ‘Iddah. Mut’ah :
Hadiah pelipur lara. Pemeliharaan anak. Dan Pembagian harta bersama setelah
perceraian.
B. SARAN
Demikianlah
makalah singkat ini, kami menyadari banyaknya kekurangan didalam penyusunannya.
Maka dari pada itu kami meminta maaf dan Kami mengharapkan kepada para pembaca,
teman-teman dan Bapak Dosen Pembimbing untuk memberikan kritik dan saran agar
makalah kami ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.
Atas perhatiannya
kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hooker, M. B., Undang-undang
Islam di Asia Tenggara, Dewan bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan
malaysia, Kuala Lumpur, 1992.
Suhaimi, Drs. W. M.Ag. Cahaya
Islam Diufuk Asia Tenggara. (Suska Press : Juli 2006) Hal. 172.
Tebba, Sudirman, perkembangan
Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara. Penerbit Mizan, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar