BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Islam merupakan
perpaduan antara wahyu Allah Swt. dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat
wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan
nilai-nilai keimanan dan aqidah mengemban misi utama yaitu mendistribusikan keadilan
bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, keadilan sosial maupun
keadilan ekonomi.
Salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mengandung nilai sosial ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang berarti bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah Swt., lembaga perwakafan adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam Islam. Prinsip pemilikan harta dalam ajaran Islam menyatakan bahwa harta tidak dibenarkan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, karena akan melahirkan eksploitasi kelompok minoritas (si kaya) terhadap kelompok mayoritas (si miskin) yang akan menimbulkan kegoncangan sosial dan akan menjadi penyakit masyarakat yang mempunyai akibat-akibat negatif yang beraneka ragam.
Salah satu institusi atau pranata sosial Islam yang mengandung nilai sosial ekonomi adalah lembaga perwakafan. Sebagai kelanjutan dari ajaran tauhid, yang berarti bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran akan adanya Allah Swt., lembaga perwakafan adalah salah satu bentuk perwujudan keadilan sosial dalam Islam. Prinsip pemilikan harta dalam ajaran Islam menyatakan bahwa harta tidak dibenarkan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, karena akan melahirkan eksploitasi kelompok minoritas (si kaya) terhadap kelompok mayoritas (si miskin) yang akan menimbulkan kegoncangan sosial dan akan menjadi penyakit masyarakat yang mempunyai akibat-akibat negatif yang beraneka ragam.
Wakaf telah
disyari'atkan dan telah dipraktekkan oleh umat Islam seluruh dunia sejak zaman
Nabi Muhammad Saw. sampai sekarang, termasuk oleh masyarakat Islam di negara
Indonesia. Menurut Ameer Ali, hukum wakaf merupakan cabang yang terpenting dalam
syari'at Islam, sebab ia terjalin kepada seluruh kehidupan ibadat dan
perekonomian sosial kaum muslimin.
Pada tulisan yang
sederhana ini, penulis akan mencoba memaparkan tentang pendaftaran wakaf dan tata cara perwaqafan .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Peraturan Wakaf di Indonesia
Wakaf yang berasal dari
lembaga hukum Islam telah diterima oleh hukum adat bangsa Indonesia sejak
dahulu di berbagai daerah di Nusantara ini. Praktek mewakafkan tanah untuk
keperluan umum terutama untuk keperluan peribadatan atau sosial seperti masjid,
surau, sekolah, madrasah, dan kuburan telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia
sejak dulu.
Peraturan tentang wakaf yang
bertujuan untuk mengatur dan mengawasi tanah wakaf telah banyak dikeluarkan
sejak zaman pemerintah Kolonial Hindia Belanda, pemerintah zaman kemerdekaan
sampai terbitnya perundang-undangan yang mengatur tentang perwakafan, antara
lain Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik jo. PMDN No. 6 Tahun 1977 dan PMA No, 1
Tahun 1978, dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam.
1. Peraturan Wakaf Zaman Kolonial Hindia Belanda
Pada zaman Pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda telah dikeluarkan peraturan-peraturan, yaitu:
a. Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Pertama tanggal 31
Januari 1905 No. 435 sebagaimana termuat dalam Bijblad 1905 Nomor 6196 tentang
Toezict opden bouw van Mohammedaansche bedenhuizen. Surat edaran ini ditujukan
kepada para kepala wilayah mengharuskan para Bupati membuat daftar rumah-rumah
ibadat bagi orang Islam. Dalam daftar itu harus dimuat asal-usul tiap rumah
ibadat dipakai shalat jum'at atau tidak, keterangan tentang segala benda yang
tidak bergerak yang oleh pemiliknya ditarik dari peredaran umum, baik dengan
nama wakaf atau dengan nama lain.
b. Surat Edaran Sekretari Gubernemen tanggal 04 Juni 1931
Nomor 1361/A termuat dalam Bijblad No. 125/3 tahun 1931 tentang Toezict van de
Regering op Mohammedaansche bedehuizen Vrijdagdiensten en Wakafs. Surat edaran
ini merupakan kelanjutan dan perubahan dari Bijblad No. 6196, yaitu tentang
pengawasan Pemerintah atas rumah-rumah peribadatan orang Islam, sembahyang
jum'at dan wakaf. Untuk mewakafkan tanah tetap harus ada izin Bupati, yang
menilai permohonan itu dari segi tempat wakaf dan maksud pendirian.
c. Surat Edaran Sekretari Gubernemen tanggal 24 Desember
1934 Nomor 3088/A termuat dalam Bijblad No. 13390 tahun 1934 tentang Toezict de
Regering op Mohammedaansche bedehuizen Vrijdagdiensten en Wakafs. Surat edaran
ini mempertegas SE sebelumnya. Di dalamnya antara lain disebutkan seandainya
dalam mengadakan shalat jum'at terdapat sengketa dalam masyarakat Islam, Bupati
boleh memimpin usaha mencari penyelesaian asalkan dimintakan oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
d. Surat Edaran Sekretari Gubernemen tanggal 27 Mei 1935
Nomor 1273/A termuat dalam Bijblad No. 13480 tahun 1935 tentang Toezict van de
Regering op Mohammedaansche bedehuizen Vrijdagdiensten en Wakafs. Dalam surat
edaran ini antara lain ditentukan bahwa Bijblad No. 61696 menginginkan
registrasi tanah wakaf yang dapat dipercaya. Maksud untuk mewakafkan tetap
harus diberitahukan kepada Bupati agar ia mendapat kesempatan untuk
mendaftarkan wakaf tersebut dan meneliti apakah ada peraturan umum atau
peraturan setempat yang melanggar dalam pelaksanaan maksud itu.
2. Peraturan Wakaf Zaman Kemerdekaan
Pada zaman kemerdekaan telah dikeluarkan pula beberapa
ketentuan tentang wakaf ini, baik penunjukkan instansi yang mengurusnya dan
juga teknis pengurusannya. Antara lain dapat kita lihat dari
ketentuan-ketentuan di bawah ini:
a. Departemen Agama lahir pada tanggal 03 Januari 1946.
Dalam PP. No. 33 Tahun 1949 jo. No. 8 Tahun 1950 disebutkan bahwa tugas pokok
atau lapangan tugas pekerjaan Kementrian Agama RI adalah di antaranya: Menyelidiki,
menentukan, mendaftar, dan mengawasi pemeliharaan wakaf-wakaf.
b. Dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 1958
tentang lapangan tugas, susunan, dan Pimpinan Kementrian Agama RI, disebutkan
bahwa lapangan tugas kementrian Agama RI adalah: … 25. Menyelidiki, menentukan,
mendaftar, dan mengawasi wakaf-wakaf umum, dan wakaf masjid, dan bersama-sama
dengan Kementrian Agraria dan Dalam Negeri mengatur soal-soal yang
bersangkut-paut dengan perwakafan.
c. Dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1958
disebutkan bahwa lapangan tugas Jawatan Urusan Agama (JAURA) yaitu salah satu
jawatan dalam Departemen Agama meliputi: … 18. Menyelidiki, menentukan,
mendaftar, dan mengawasi wakaf-wakaf umum, dan wakaf masjid, dan bersama-sama
dengan Kementrian Dalam Negeri mengatur soal-soal yang bersangkut-paut dengan
perwakafan.
d. Menurut Keputusan Menteri Agama No. 114 Tahun 1969 jo.
No. 18 Tahun 1975 disebutkan bahwa di Tingkat Pusat pengurusan wakaf ini
termasuk dalam wewenang Direktorat Urusan Agama (DITURA) Sub Direktorat Zakat,
Wakaf, dan Ibadah Sosial (Zawaib). Di Tingkat Provinsi/tingkat wilayah termasuk
tugas bidang Urusan Agama Islam seksi Zakat, Wakat, dan Ibadah Sosial. Di
tingkat Kabupaten menjadi tugas wewenang Seksi Urusan Agama Islam dan akhirnya
di tingkat Kecamatan menjadi tugas dan wewenang Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Berdasarkan ketentuan terakhir, bahwa Kepala KUA Kecamatan ditunjuk sebagai
PPAIW mempunyai tugas dan wewenang untuk pengesahan nażir.
e. Untuk melaksanakan tugasnya di bidang perwakafan ini,
Departemen Agama RI telah mengeluarkan berbagai peraturan dan petunjuk yang
berhubungan dengan wakaf, antara lain: (1) Surat JAURA No. 3/D/1956 tanggal 08
Oktober 1956, (2) Surat Edaran JAURA No. 5/D/1956, dan (3) Instruksi JAURA No.
6 Tahun 1961 tanggal 31 Oktober 1961.
f. Tata cara mewakafkan tanah yang berlaku sebelum
berlakunya PP. No. 28 Tahun 1977, antara lain dapat dilihat dari bentuk blanko
wakaf yang disebut "Surat Pernyataan Wakif" (SPW, model D.2 1960),
"Peta Tanah Wakif" (PTW), dan "Surat Pernyataan Nazir"
(SPN, model D.3 1960).[1]
g. Dan terakhir dikeluarkan Undang-Undang No. 41 tahun
2004 tentang Waqaf.
B. Tata Cara Perwaqafan
Dalam kompilasi Hukum Islam pasal 23
dinyatakan tentang tata cara perwaqafan sebagai berikut :
1. Pihak yang hendak mewaqafkan dapat menyatakan ikrar waqaf di hadapan
pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
a. Syarat Shighat
Sighat akad ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat
dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang
diinginkannya. Oleh karena wakaf merupakan salah satu bentuk tasharruf/
tabarru” maka sudah dinggap selesai
dengan adanya ijab saja meskipun tidak diikuti dengan qabul dari penerima
wakaf.
Sedangkan tujuan wakaf harus ditujuan untuk ibadah dan
mengharapkan balasan/pahala dari Allah SWT.
Menurut Fikih lafad shighat wakaf tersebut ada 2 macam, yaitu :
1) lafad yang jelas (sharih), seperti
: (Aku mewakafkan, aku menahan, aku mendemarkan)
2) Lafad kiasan (kinayah), seperti : (Aku
mensedekahkan, aku melarang, aku mengekalkan)
Adapun syarat sahnya shighat ijab, baik
berupa ucapan atau tulisan ialah :
1) shighat harus terjadi seketika /selesai (munjazah)
2) shigat tersebut tidak diikuti dengan
syarat yang bathil, yaitu syarat yang menodai dasar wakaf. Misalnya, “Saya
wakafkan rumah ini untuk diri saya sendiri seumur hidup, kemudian setelah saya
meninggal untu anak-anak dan cucu saya dengan syarat bahwa saya boleh
menggadaikannya kapan saja saya kehendaki... atau jika saya meninggal wakaf ini
menjadi harta waris bagi para ahli waris
saya.
3) Shighat tidak diikuti pembatasan waktu
terentu.
4) Tidak mengandung pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan.[2]
Dalam UU Nomor
41 Tahun 2004, rukun dan syarat wakaf memang tidak dirinci sebagaimana dalam
fiqih. Sekalipun demikian tidak berarti karena itu UU tersebut kurang
memperhatikan keabsahan pelaksaan wakaf dari aspek syari‟at. Sebab, dalam UU
tersebut ditegaskan bahwa : “ Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut
syari’ah”. Dengan demikian, UU tetap memberikan kewenangan terhadap syari’at
Islam untuk menilai ke absahan pelaksanaan wakaf, termasuk dalam hal syarat dan
rukun wakaf ini
2. Akta ikrar waqaf, paling sedikit ,memuat :
a. Nama dan identitas Wakif
b. Nama dan identitas Nazhir
c. Data dan kerangan harta benda waqaf
d. Peruntukan harta benda waqaf
e. Jangka waktu waqaf.
3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta ikrar Wakaf, dianggap sah
jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang- kurangnya 2 (dua) orang saksi.
4. Dalam melaksanakan ikrar, pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan
kepada pejabat, surat-surat sebagai berikut:
a. Tanda bukti pemilikan harta benda.
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda
tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang
diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak
dimaksud. surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda
tidak bergerak yang bersangkutan.[3]
Lihat Pasal 9 PP No 28 Tahun 1977
Dalam pasal 9 PP tersebut ada tambahan,
yaitu pada huruf d. Izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala sub
Direktorat Agraria (sekarang Kepala Badan Pertanahan) setempat.
Setelah Ikrar Wakaf dilaksanakan dan
dituangkan dalam akta ikrar Waqaf, langkah berikutnya dijelaskan dalam pasal 224 :
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan atas nama Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan
kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga
keutuhan dan kelestariannya.
Akan tetapi, di dalam pasal 10
PP No. 28 tahun 1977, ditambahkan ayat :
(1) Setelah kata Ikrar Wakaf dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan (5) pasal 9, maka Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang bersangkutan, diharuskan mengajukan
permohonan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat
Agraria setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq.
Kepala Sub Direktorat Agraria setempat, setelah menerima permohonan tersebut mencatat
perwakafan tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
(3) Jika tanah milik yang diwakafkan belum
mempunyai sertifikat maka pencatatan dilakukan setelah untuk tanah tersebut
dibuatkan sertifikatnya.
(4) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tatacara
pencatatan perwakafan.
(5) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan
tanah milik dalam buku tanah dan sertifikatnya, maka Nadzir yang bersangkutan
wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
C. Pendaftaran Waqaf
1. Sebelum PP No. 28 tahun 1977
a. Tanah
wakaf yang sudah terjadi sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah pendaftarannya
dilakukan oleh nadzir yang bersangkutan kepada KUA setempat.
b.
Apabila nadzir yang bersangkutan sudah tidak ada lagi maka wakif atau ahli
warisnya, anak keturunan nadzir atau anggota masyarakat yang mengetahuinya
mendaftarkan kepada KUA setempat.
c.
Apabila ada tanah wakaf dan tidak ada
orang yang man mendaftarkannya maka kepala desa berkewajiban mendaftarkannya
kepada KUA setempat.
d.
Pendaftaran dimaksud pada ayat (1), (2)
dan (3) pasal ini disertai: a. Surat keterangan tentang tanah atau surat
keterangan kepala desa tentang perwakafan tanah tersebut; b. Dua orang saksi
ikrar wakaf atau dua orang saksi istifadhah (orang yang mengetahui atau
mendengar tentang perwakafan tersebut).
e.
Untuk mernbuktikan pendaftaran tanah wakaf sebagai dirnaksud dalam pasal 15
peraturan ini ditetapkan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf.
f.
Dalam melaksanakan ketentuan ayat (1) pasal ini Kepala KUA selaku Pejabat
Pembuat Akta lkrar Wakaf berkewajiban untuk:
1)
Meneliti keadaan tanah wakaf;
2)
Meneliti dan mengesahkan nadzir serta meneliti saksi;
3)
Menerima penyaksian tanah wakaf;
4)
Membuat Akta Pengganti Akta lkrar Wakaf dan salinannya;
5)
Menyampaikan Akta Pengganti Akta lkrar Wakaf dan salinannya sebagai diatur
dalam pasal 3 ayat (2) dan (3) peraturan ini;
6)
Memasukkan Akta Pengganti Akta lkrar Wakaf dalam Daftar Akta Pengganti Akta
lkrar Wakaf;
7)
Menyimpan dan memelihara Akta dan Daftarnya;
8)
Mengurus pendaftaran perwakafan seperti tercantum dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah.[4]
2. Peraturan Yang berlaku sekarang :
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam proses pendaftaran harta benda
waqaf, yaitu :
a. PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda
wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
akta ikrar wakaf ditandatangani.
(pasal 32)
b. Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan:
1)
salinan
akta ikrar wakaf;
2)
surat-surat
dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya. (pasal 33)
c. Instansi yang berwenang menerbitkan bukti
pendaftaran harta benda wakaf.(pasal34)
d. Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
e. Dalam hal harta benda wakaf
ditukar atau diubah peruntukannya Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali
kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf
yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
f. Menteri dan Badan Wakaf Indonesia
mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
g. Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan
kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.[5]
Ketentuan ini dinyatakan dan ditegaskan
dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004, Bab III Pendaftaran Dan Pengumuman Harta
Benda Waqaf.
D.
Istilah Dalam Wakaf
Ada beberapa istilah yang terdapat dalam waqaf, yaitu :
1.
Wakaf Adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
- Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya
- Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tertulis kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
- Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan tujuannya. Dengan kata lain nazhir adalah pengelola harta wakaf
- Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi yang diwakafkan oleh Wakif
- Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
- Badan wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.[6]
Point satu sampai tujuh ini
dikuatkan oleh Pasal 1 Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.
- SKPT : Surat keterangan pendaftaran tanah
- BWI : Badan Wakaf Indonesia
- AIW : Akta Ikrar Wakaf
- KAWAFI : Komunitas Wakaf Indonesia.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wakaf Adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Dalam pendaftaran
harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan:
1.
salinan
akta ikrar wakaf;
2.
surat-surat
dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
B.
Saran
Demikianlah makalah
singkat, kami menyadari banyaknya kekurangan didalam penyusunannya. Maka dari
pada itu kami meminta maaf dan Kami mengharapkan kepada para pembaca,
teman-teman dan Bapak Dosen Pembimbing untuk memberikan kritik dan saran agar
makalah kami ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Atas perhatiannya
kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Rofiq Ahmad, Drs. MA., Hukum
Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998.
H.Asmu’i Syarkowi, Perwakafan Menurut Fikih Dan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia (article),Waingapu : 2006.
UU No. 41 tahun 2004.
Permenag No. 1 tahun 1978.
[2]
H.Asmu’i Syarkowi, Perwakafan Menurut Fikih Dan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia (article),Waingapu : 2006, h. 9-10.
[3]
Rofiq Ahmad, Drs. MA., Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1998., h. 506.
[4]
Pasal 15-16, Permenag No. 1 tahun 1978.
[5]
UU No. 41 tahun 2004.
[6]
UU No. 41 tahun 2004.
[7]
http://www.komunitaswaqaf.org/Memasyarakatkan-wakaf-untukkesejahteraan-
masyarakat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar